“TUHAN menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya.” Mazmur 37: 23 – 24

Mazmur 37:21–31 menunjukkan berkat-berkat Tuhan kepada orang benar (godly people). Daud dalam mazmurnya menggambarkan bagaimana berkat Tuhan kepada mereka, tidak hanya dalam bentuk barang jasmani, tetapi juga dalam pembentukan karakter dan perilaku mereka. Tuhan memberkati orang yang saleh dengan janji warisan, bimbingan pribadi, perlindungan, penyediaan, keturunan yang baik, dan hadirat-Nya.
Dalam mazmur ini, Daud membandingkan cara Allah melindungi dan menyelamatkan umat-Nya, yang kontras dengan kehancuran yang menanti orang jahat. Banyak dari mazmur ini tampaknya didasarkan pada pengalaman Daud sendiri (Mazmur 37: 25, 35). Seperti banyak ayat lain dalam Mazmur dan Amsal, ayat ini menjelaskan hasil baik kebijaksanaan orang yang saleh. Sebaliknya, mereka yang menolak Tuhan dan jalan-Nya akan menghadapi ketidakpastian di bumi dan bencana dalam kekekalan.
Alkitab tidak pernah menjamin bahwa para pengikut Allah akan bebas dari penderitaan duniawi (Yohanes 16:33; Mazmur 34:19). Apa yang Alkitab janjikan adalah bahwa setiap rasa sakit dan derita yang dialami oleh orang percaya bersifat sementara (Roma 8:28). Memang umat Tuhan kadang-kadang mengalami kemalangan, tetapi mereka tidak akan mengalami kehancuran total. Mereka mungkin menderita, tetapi mereka tidak bisa hancur hidupnya seperti orang fasik. Tuhan memegang tangan orang benar, dan dengan demikian melindunginya dari bencana.
Ungkapan “tergeletak” ada kaitannya dengan kata “dilemparkan” dalam bahasa Ibrani. Gambaran di sini adalah seseorang yang jatuh di luar kendali. Kata-kata Daud menggambarkan perbedaan antara “tersandung” untuk orang saleh, dari mana akan ada pemulihan, versus “tergeletak” untuk orang-orang fasik, yang dapat menyebabkan malapetaka karena tidak adanya pertobatan dan kesadaran akan kuasa Tuhan. Ini benar, baik dalam arti duniawi maupun surgawi (2 Korintus 7:10).
Di dunia, setiap kehidupan memiliki masalah, tetapi orang yang benar tidak akan terpuruk selamanya. Itu pesan ayat di atas. Masalahnya, apakah yang dimaksudkan dengan orang yang benar atau orang yang saleh? Sebagai orang Kristen kita tahu bahwa tidak ada seorangpun orang yang benar di hadapan Tuhan. Bagaimana dengan kesalehan? Tidak mudah mengartikan kata “orang saleh”, tetapi mungkin bisa dihubungkan dengan orang yang takut akan Tuhan dan selalu bisa menerima keputusan dan kehendak Tuhan.
Dalam hal kehidupan orang yang saleh Alkitab menyatakan bahwa mereka adalah orang yang rajin beribadah dan mempunyai rasa cukup atas pemeliharaan Tuhan:
“Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar.” 1 Timotius 6: 6-7
“But godliness with contentment is great gain. For we brought nothing into this world, and it is certain we can carry nothing out.” 1 Timothy 5: 6-7
Orang yang saleh juga bisa diartikan sebagai orang yang imannya besar dalam keadaan apa pun. Orang yang saleh adalah orang yang bisa merasa cukup dalam keadaan sekarang, dan mempercayakan masa depannya kepada Tuhan. Dengan demikian, mereka adalah orang yang sabar menantikan pertolongan Tuhan dan tidak bersandar pada kekuatan diri sendiri.
Kejatuhan orang percaya di dunia bisa dialami dalam hal material. Ayub, misalnya, mengalami kejatuhan materi dan kerugian pribadi. Ia kehilangan 7.000 domba, 3.000 unta, 500 pasang lembu, dan 500 keledai betina (Ayub 1:3, 14-17). Dia juga kehilangan tujuh putra dan tiga putrinya (Ayub 1:2, 18-19). Selanjutnya, ia kehilangan kesehatannya (Ayub 2:7-8). Tetapi , Ayub tetap bertahan dalam imannya dan tidak merasa malu akan keadaannya.
Hari ini, kita mengerti bahwa bahwa karena hidup orang saleh adalah dekat dengan Tuhan, apabila ia jatuh dalam kemalangan, tidaklah ia sampai hilang harapan, sebab dengan iman ia dapat tetap merasakan kasih Tuhan yang memberi dia rasa cukup dalam semua keadaan. Ia tidak akan merasa malu akan keadaannya, karena penderitaan sebagai orang Kristen adalah kesempatan baginya untuk merasakan sebagian kecil penderitaan Kristus selama Ia hidup di dunia. Dengan demikian, kita juga percaya, bahwa seperti Kristus sudah mengalahkan maut, kita pun akan menang bersama Dia.
“Itulah sebabnya aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan.” 2 Timotius 1:12