Melupakan masa lalu untuk maju ke depan

“Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus. Filipi 3: 13-14

Pandemi COVID-19 saat ini sudah dapat dikatakan mereda, dan itu membawa nafas lega bagi banyak orang. Walaupun demikian, ada banyak orang yang masih mengalami tantangan, perjuangan dan penderitaan di saat ini. Masa depan dunia memang masih terlihat seperti sebuah tanda tanya besar. Bagaimana kita harus bersikap?

Hari ini, Rasul Paulus seolah menyapaikan pesan yang penting dalam hidup kekristenan. Jangan pikirkan apa yang sudah terjadi, tapi majulah menghadapi masa depan yang cemerlang! Kita tidak dapat menafsirkan kata-kata ini dengan pengertian bahwa bagi Paulus masa lalu tidak berarti apa-apa. Sebaliknya ini adalah pernyataan tentang pandangan hidup Paulus secara keseluruhan, yaitu bahwa masa depan lebih penting baginya, lebih dalam pemikirannya, daripada masa lalu. Pandangan Paulus yang dicatat dalam Alkitab ini haruslah menjadi pandangan kita juga.

Semangat itulah yang dimiliki Paulus ketika dia berbicara tentang melupakan apa yang ada di belakang dan berusaha keras untuk apa yang ada di depan. Mengapa memusatkan pikiran kita pada masa lalu ketika yang terbaik belum terjadi? Mengapa dibelenggu ke masa lalu, ketika masa depan lebih cerah dari apa yang telah terjadi?

Sebenarnya, apa yang kita alami di masa lalu dapat membantu kita memahami masa kini atau bahkan mempersiapkan kita untuk menghadapi masa depan. Jika kita ingat akan masa lalu kita, mungkin itu dapat menumbuhkan iman, memberi kita pola yang dapat kita ikuti, atau memperingatkan bahaya yang harus dihindari. Itu dapat membangkitkan rasa rendah hati, ketergantungan pada Tuhan dan rasa syukur bahwa Dia telah menyertai kita.

Walaupun demikian, memikirkan masa lalu juga bisa berbahaya. Saat kita bertumbuh dalam kedewasaan rohani, kita menjadi semakin sadar akan kesalahan kita. Apa yang dulu tampak dalam ketidakdewasaan kita sebagai perilaku Kristen yang memadai, sekarang kita melihat kembali dengan rasa malu yang mendalam. Kegagalan kita sekarang tampak seperti gunung ketika dulunya adalah gundukan tanah. Pandangan ke belakang menjadi mikroskop yang melaluinya kita melihat dosa-dosa kita dengan lebih jelas. Dan tidak ada yang salah dalam hal itu, jika itu mengarah pada penyesalan yang lebih dalam, kerendahan hati yang lebih besar, dan ketergantungan yang lebih kuat pada karunia dan kasih Tuhan.

Bahayanya adalah ketika memikirkan dosa-dosa masa lalu membuat kita masuk ke dalam diri kita sendiri daripada keluar kepada Kristus. Mengingat kesalahan masa lalu secara berlebihan, dosa yang telah lama disesali, sebenarnya membuat kita egois. Kita mungkin sering teringat akan tindakan konyol atau keputusan yang salah, dan ini dapat membuat kita putus asa. Perasaan malang membanjiri kita dengan rasa mengasihani diri sendiri; menghasilkan rasa lemah yang melumpuhkan hidup kerohanian dan pelayanan kita. Kenangan masa lalu membawa kita dalam rasa malu dan menyebabkan kita mengalihkan pandangan kita dari realitas spiritual saat ini dan masa depan. Kegagalan di masa lalu bisa juga membuat kita bersifat apatis dan bahkan fatalis dalam hidup.

Mengeluh dan mengerang karena dosa memiliki tempatnya dalam pengalaman Kristen tetapi itu bukan tujuan, melainkan hanya sarana untuk mencapai tujuan. Ini bukan ciri khas orang percaya (karena itu juga terjadi pada orang yang belum bertobat). Orang Kristen yang pikirannya dibanjiri dengan pemikiran dari masa lalu perlu diberi tahu: alihkan pandanganmu dari masa lalu dan arahkanlah pada realitas Kristus saat ini, Juruselamat dan Penebus kita yang duduk di sebelah kanan Allah Bapa.

Jika Tuhan sendiri tidak lagi mengingat dosa dan kesalahan kita, adalah konyol bahwa kita harus menyeret dosa-dosa itu ke garis depan pikiran kita. Apa yang harus kita lakukan adalah membawa diri kita ke tugas lain dan melihat ke masa depan yang lebih cerah, dan dengan demikian memusatkan pikiran kita pada apa yang sekarang ada dalam Kristus – yang akan menjadi milik kita nantinya. Apa yang kita baca dalam Alkitab mengenai Tuhan yang bertindak dalam sejarah umat-Nya, seharusnya meyakinkan kita bahwa Dia bekerja untuk kebaikan kita di masa depan.

Jika kita telah terikat pada masa lalu, kita harus bertobat dan merangkul sikap pikiran yang dimiliki Paulus. Berkonsentrasi pada masa depan membebaskan kita dari pengaruh masa lalu yang menyedihkan dan memperbudak ini. Melihat ke masa depan menyiratkan bahwa yang terbaik belum terjadi; bahwa prospek masa depan memenuhi kita dengan harapan yang tidak dapat dipenuhi oleh masa lalu. Bagaimana ini bisa terjadi?

Ini semua adalah pernyataan yang seharusnya membuat kita mengantisipasi masa depan dengan penuh keyakinan. Ini bukan kasus menunda harapan kedewasaan kita sampai kita masuk surga; melainkan salah satu pemikiran positif tentang masa depan yang dekat, menghargai harapan kemajuan dan perkembangan spiritual dan kemenangan yang lebih besar, berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan kita. Kita harus membayangkan diri kita seperti seorang pelari yang memusatkan konsentrasinya pada apa yang akan dicapainya setelah ia menyelesaikan pertandingan itu dengan baik. Ia bisa mendapatkan pujian dari Tuhan, dan lebih dari itu bisa membawa kemuliaan bagi Tuhan.

Hari ini, Paulus juga mengajak kita untuk bisa memikirkan masa depan yang lebih jauh lagi. Meskipun adalah menyedihkan jika tubuh kita pada suatu saat akan berada di bawah kekuatan musuh terakhir, yaitu kematian, dan roh kita terpisah dari tubuh kita, ada pikiran yang membawa sukacita. Roh kita akan disempurnakan dan akan berada di hadirat Kristus, yang jauh lebih baik dari keadaan di dunia saat ini. Dan suatu hari tubuh kita juga akan dibangkitkan dari tanah dan akan dipersatukan kembali dengan roh kita yang telah disempurnakan. Jadi, kita akan menghabiskan seluruh kekekalan bersama Tuhan dalam tubuh dan roh yang dimuliakan. Mengapa memikirkan kegagalan manusia di masa lalu ketika kita memiliki prospek masa depan Allah yang mulia untuk mengisi pikiran kita? Mengapa ragu untuk maju berjuang dan mengambil keputusan dalam hidup iman kita jika kita tahu apa yang dijanjikan Tuhan untuk umat-Nya?

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s