Kedaulatan Tuhan dan tanggung jawab manusia

Semua penduduk bumi dianggap remeh; Ia berbuat menurut kehendak-Nya terhadap bala tentara langit dan penduduk bumi; dan tidak ada seorang pun yang dapat menolak tangan-Nya dengan berkata kepada-Nya: ”Apa yang Kaubuat?” Daniel 4: 35

Ada dua ekstrem dalam pandangan seseorang tentang Tuhan dan dunia, yang harus dihindari. Salah satunya adalah determinisme, yang mengajarkan bahwa Tuhan menentukan segala-galanya sehingga tanggung jawab manusia ditinggalkan. Pandangan ekstrem lainnya adalah kehendak bebas total di mana manusia dijadikan penguasa atas nasibnya sendiri dan Tuhan dianggap tidak ikut campur dalam hidup manusia. Kedua ekstrem ini lazim dewasa ini di lingkungan sekuler, spritual, dan juga Kristen.

Ketika kita mengatakan bahwa Tuhan berdaulat, yang kita maksudkan adalah bahwa tidak ada hukum atau deskripsi apa pun di mana pun di alam semesta ini yang dapat memaksa atau memaksa Tuhan untuk melakukan apa pun yang tidak dikehendaki-Nya. Kita bisa menyimpulkan dari ayat di atas bahwa Allah memiliki kendali dan otoritas atas apa pun atau siapa pun tanpa batasan.

Tanggung jawab manusia yang dibahas di sini adalah bahwa manusia dimintai pertanggungjawaban oleh Tuhan untuk mentaati Tuhan melalui kehendak manusia. Manusia diharuskan membuat pilihan dalam hidup ini yaitu antara kebaikan atau kejahatan. Tetapi, dalam dosanya manusia tidak akan dapat memilih apa yang sesuai dengan kehendak Allah. Allah yang sudah menyediakan keselamatan bagi orang yang percaya, memungkinkan manusia untuk memilih apa yang baik. Tetapi, manusia tetap sepenuhnya bertanggung jawab atas hidupnya setelah diselamatkan. Jadi bertanggung jawab di sini bukan suatu kemampuan manusia, tetapi suatu tuntutan dari Tuhan.

Alkitab mengajarkan kedaulatan ilahi dan tanggung jawab manusia. Ini adalah kedua kebenaran yang nyata meskipun kita mungkin tidak mengerti bagaimana keduanya bekerja pada waktu yang sama. Rencana dan tujuan Tuhan akan terjadi karena Dia adalah Pencipta, namun manusia bertanggung jawab sebagai makhluk. Kita harus percaya bahwa Alkitab mengajarkan bahwa manusia adalah agen moral yang bertanggung jawab. Meskipun hidupnya dikendalikan secara ilahi; dan manusia ada dalam kontrol Tuhan, ia juga merupakan agen moral yang bertanggung jawab. Inilah sesuatu yang nampak sebagai misteri bagi kita: kedaulatan Tuhan adalah kenyataan, dan tanggung jawab manusia adalah kenyataan juga.

Entah bagaimana kedaulatan Tuhan dan tanggung jawab manusia bisa berada bersama. Ini hanya masalah bagi manusia karena ia terbatas, mencoba memahami pemikiran dan cara kerja Tuhan yang tidak terbatas. Begitu manusia berpikir bahwa dia dapat memahami Tuhan, maka dia sama sekali tidak memahami Tuhan, karena ada beberapa misteri yang diserahkan kepada Tuhan saja (Yesaya 55:8). Jika Tuhan dapat kita pahami secara mendalam dan jika wahyu tentang diri-Nya tidak mengandung misteri apa pun, kita akan menjadikan Tuhan menurut gambar manusia, dan itu tidak sesuai dengan Alkitab sama sekali.

Sekarang, jika kita menyatakan bahwa manusia begitu bebas untuk bertindak sehingga tidak ada kendali Tuhan atas tindakan kita, pandangan kita akan sangat mirip dengan ateisme. Di sisi lain, jika kita menyatakan bahwa Tuhan begitu menguasai segala sesuatu sehingga manusia tidak cukup bebas untuk bertanggung jawab, kita akan terdorong ke dalam Antinomianisme dan fatalisme. Bahwa Tuhan menentukan, namun manusia yang bertanggung jawab, adalah dua fakta yang seharusnya dapat kita lihat. Sebagian orang Kristen menyatakan itu tidak konsisten dan kontradiktif; tapi itu sebenarnya selaras.

Di satu sisi, jika kita gagal untuk mengakui adanya tanggung jawab manusia, kita cenderung memiliki sikap pasarah. Karena itu, mereka yang memegang prinsip kedaulatan penuh Tuhan sering kali dicap percaya pada nasib. Mereka dianggap mempunyai Tuhan yang seperti “monster”. Di sisi lain, jika kita gagal untuk mengakui kedaulatan penuh Tuhan, kita telah menyangkal kemahakuasaan Tuhan. Dengan demikian, secara praktis ini adalah suatu bentuk ateisme, karena Tuhan dianggap seperti manusia. Tuhan berdaulat di dalam dan di atas segala sesuatu atau Dia bukan Tuhan!

Bagaimata kedua hal di atas bisa menyebabkan friksi di antara umat Kristen? Kesalahannya ada pada penilaian kita yang lemah. Dua kebenaran tidak bisa saling bertentangan. Jika kita menemukan ayat di salah satu bagian dari Alkitab yang menyatakan bahwa segala sesuatu ditetapkan Tuhan sebelumnya, itu benar; dan jika kita menemukan, dalam ayat lain, bahwa manusia bertanggung jawab atas semua tindakannya, itu pun benar. Dengan demikian, hanya kebodohan kita yang membuat kita membayangkan bahwa kedua kebenaran ini dapat saling bertentangan.

Kedua kebenaran ini menghadirkan misteri atau paradoks bagi pikiran manusia. Ini sebenarnya merupakan antinomi dari dua kebenaran yang sama yang tidak dapat didamaikan dengan pikiran manusia. Alkitab mengajarkan bahwa Allah adalah 100% berdaulat dan bahwa manusia 100% bertanggung jawab atas tindakannya.

Kebanyakan orang Kristen bersedia untuk mengakui kedaulatan Tuhan di setiap bidang kecuali kehendak manusia yang berkaitan dengan keselamatan. Mereka merasa bahwa manusia benar-benar bebas memilih untuk mendukung atau melawan Tuhan. Mereka yang menganut pandangan ini tidak melihat bahwa kehendak manusia adalah untuk bebas dan menjadi budak dosa; dan karena itu, mereka juga tidak menerima misteri kedaulatan ilahi dan tanggung jawab manusia.

Manusia bebas dan bertanggung jawab kepada Tuhan sebelum Kejatuhan. Sejak dosa memasuki umat manusia, manusia masih bertanggung jawab kepada Tuhan tetapi telah kehilangan kemampuannya untuk memilih Tuhan, karena kehendaknya adalah budak dari kodratnya sendiri. Dosa telah membuat manusia tidak dapat memilih apa yang suci dan benar, tetapi ia tetap harus bertanggung jawab di hadapan Tuhan. Ketidakmampuan tidak membatalkan tanggung jawab. Justru karena itulah Allah dalam kasih karunia harus bergerak untuk memampukan orang berdosa untuk percaya kepada Tuhan dan kemudian menyadari tanggung jawabnya di dunia.

Dalam Kisah Para Rasul 27:22 Allah memberitahukan bahwa Ia telah menetapkan pemeliharaan sementara bagi semua orang yang menyertai Paulus di dalam kapal; namun Paulus tidak ragu-ragu mengatakan, “jika kamu tidak tinggal di dalam kapal, kamu tidak dapat diselamatkan” (ay. 31); Allah menetapkan sarana itu untuk melaksanakan apa yang telah Dia tetapkan.

Dari 2 Raja-raja 20 kita belajar bahwa Tuhan benar-benar memutuskan untuk menambahkan lima belas tahun pada kehidupan Hizkia—namun ia harus mengambil sebongkah buah ara dan meletakkannya di atas bisulnya yang mematikan!

Paulus tahu bahwa dia selamanya aman di tangan Kristus (Yohanes 10:28)—namun dia “menjaga tubuhnya tetap terkendali” (1 Korintus 9:26). Rasul Yohanes meyakinkan mereka yang kepadanya dia menulis, “Kamu akan tinggal di dalam Dia”—namun dalam ayat berikutnya dia menasihati mereka, “Dan sekarang, anak-anakku, tinggallah di dalam Dia” (1 Yohanes 2:27, 28).

Hari ini kita diperingatkan bahwa hanya dengan memperhatikan prinsip penting ini – bahwa kita bertanggung jawab untuk menggunakan hidup kita sesuai dengan kehendak Tuhan – kita akan dimampukan untuk menjaga pengertian yang benar antara kedaulatan Tuhan dan tanggung jawab manusia, dan diselamatkan dari fatalisme yang melumpuhkan!

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s