Manusia mempunyai tanggung jawab, bukan kuasa

“Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah.” Roma 14: 12

Apakah Alkitab menyatakan bahwa manusia mempunyai kuasa setelah diciptakan Tuhan? Tidak. Yang ada hanyalah kewajiban. Jika manusia merasa mempunyai kuasa, ia sering tidak menyadari bahwa kuasa itu datang dari Tuhan dan milik Tuhan untuk selamanya. Ketika Adam dan Hawa mendapat tugas untuk mengusahakan dan memelihara taman Eden (Kejadian 2: 15), mereka adalah suruhan Allah. Tuhan menyuruh mereka untuk menguasai atas segala hewan di bumi (Kejadian 1: 28), itu pun sebagai suruhan Allah. Bahkan mereka yang menjadi raja atau pemimpin negara, adalah orang-orang suruhanTuhan yang mendapatkan kuasa dari-Nya (Roma 13: 1). Pada pihak yang lain, Tuhan tidak mempunyai kewajiban karena Ia adalah Oknum Ilahi yang di atas segala makhluk di bumi. Ia tidak tunduk kepada siapa pun, tetapi memerintah siap saja dan apa saja menurut kehendak-Nya. Manusialah yang mempunyai kewajiban untuk tunduk kepada Tuhan dan karena itu harus bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan.

Bagi banyak orang, adanya tanggung jawab seringkali diidentikkan dengan adanya kuasa. Misalnya, seorang presiden dari sebuah negara demokrasi yang dipilih rakyat mempunyai kuasa sehingga ia memegang tanggung jawab untuk memimpin negara. Tetapi adanya kuasa adalah karena adanya mandat yang diberikan oleh rakyatnya, dan kuasa itu untuk menjalankan tugasnya.

Dalam iman Kristen, semua manusia tidak mempunyai kuasa apa pun jika Tuhan tidak mengaruniakannya. Pada phak yang lain, kewajiban adalah selalu ada pada setiap manusia, dan mereka yang merasa berkuasa pun pada akhirnya harus mempertanggung jawabkan hidup mereka di hadapan Tuhan. Karena itu, kita percaya bahwa Tuhan 100% berdaulat atas manusia dan manusia 100% bertanggung jawab kepada Tuhan atas hidupnya. Tanggung jawab tidak identik dengan kuasa.

Manusia dari awalnya memang mempunyai tanggung jawab untuk tunduk kepada kehendak Tuhan. Dengan tanggung jawab itu, mereka harus menjalankan apa yang diperintahkan Tuhan dan tidak boleh melanggar larangan Tuhan. Tetapi manusia dari awalnya tidak mempunyai kekuasaan apa-apa selain apa yang datang dari Tuhan. Dari kodratnya, manusia bukanlah makhluk yang mempunyai kuasa. Manusia tidak dapat hidup tanpa Tuhan, manusia tidak dapat menjamin masa depannya, manusia tidak tahu kapan ia harus meninggalkan dunia ini.

Ketika Yesus memilih dua belas orang untuk menjadi murid-Nya, mereka diberi-Nya kuasa untuk mengusir setan (Markus 3: 15; 6: 7), tetapi kuasa ini bukan milik umat Tuhan dan tidak selamanya ada pada setiap orang Kristen. Pada pihak yang lain, Yesus menjanjikan bahwa Roh Kudus akan datang kepada murid-Nya agar mereka bisa menjadi saksi-Nya di seluruh dunia. Ini juga janji-Nya kepada kita, agar kita bisa menjalankan Amanat Agung-Nya. Dengan datangnya kuasa dari Tuhan, muncul kewajiban dan tanggung jawab yang lebih besar bagi kita.

Pertanyaan yang muncul di antara umat Kristen, apakah kita masih mempunyai kebebasan setelah mendapat berbagai kewajiban dari Tuhan? Sesudah kejatuhan dalam dosa, kebebasan manusia masih ada, tetapi mereka yang tidak mengenal Tuhan selalu menggunakan kebebasannya untuk melakukan apa yang disenanginya, dan itu selalu dinodai dosa. Untuk apa yang dilakukannya, setiap manusia dituntut tanggung jawabnya oleh Tuhan. Bagi kita umat percaya, kita mempunyai kebebasan dari dosa dan karena itu dengan kebebasan kita bisa memilih apa yang terbaik untuk memuliakan Tuhan.

Dalam hal melaksanakan kewajiban, ada banyak orang Kristen yang tidak pernah bertumbuh secara rohani. Tahun demi tahun lewat, tetapi mereka tetap hidup seperti orang yang belum dewasa secara iman. Mereka mengaku Kristen karena ke gereja atau sesekali membaca Alkitab, tetapi tidak hidup menurut firman-Nya. Baik dalam kelakuan, perkataan, pikiran , dan perbuatan, mereka hampir tidak dapat dibedakan dengan mereka yang tidak mengenal Kristus. Mereka bukanlah orang Kristen yang mau bertanggung jawab atas cara hidupnya. Mereka mungkin berharap agar Roh Kudus memaksa mereka untuk taat, suatu hal yang tidak bakal terjadi.

Ada pula orang Kristen yang masih mementingkan kesuksesan duniawi dan kecewa atau kuatir jika hidup tidak berjalan seperti yang dikehendaki. Mereka mungkin selalu mengejar keuntungan dan kenikmatan dengan menghalalkan segala cara. Dan bahkan ada juga orang yang menggunakan firman Tuhan untuk mencari keuntungan pribadi. Semua itu menunjukkan hidup yang menyalahgunakan kuasa dari Tuhan tanpa mau menjalankan kewajiban kepada Tuhan dan sesama.

Dalam perumpamaan tentang talenta (Matius 25: 14 – 30), tiga hamba yang sudah diberikan modal bekerja yang berlainan oleh tuan mereka, pada akhirnya harus menunjukkan laba yang sudah mereka peroleh. Kita bisa membaca bahwa mereka yang dibekali dengan lima dan dua talenta, kemudian mendapatkan penghargaan yang sesuai dengan hasil yang mereka peroleh.

“Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” Matius 25: 23

Hamba yang ketiga hanyalah menerima satu talenta. Ia merasa kecewa dan tidak yakin akan kegunaannya. Karena itu ia tidak mengolah talenta yang sudah dipercayakan kepadanya dan hanya menyimpannya di dalam tanah. Bagi hamba ini, bukannya upah yang diterimanya, tetapi hukuman atas kemalasannya.

Sangat menarik perhatian, bahwa dalam perumpamaan itu ketiga hamba itu hanya diperintahkan untuk mengolah harta majikannya. Mereka dipercayai, diberi kuasa yang berbeda untuk memegang sejumlah uang sesuai dengan kesanggupan mereka untuk mengolahnya. Sebagai hamba, mereka tidak dijanjikan hadiah jika mereka mencapai hasil tertentu. Tetapi, tentunya setiap hamba tahu bahwa mereka harus berusaha sebaik mungkin untuk menghasilkan apa yang terbaik untuk sang majikan. Itu adalah kebebasan dan kewajiban. Kebebasan dalam Tuhan selalu berjalan bersama-sama dengan kewajiban kepada Tuhan yang berdaulat.

“Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Kolose 3: 23

Sebagai orang percaya, kita tahu bahwa Tuhanlah yang sudah memberikan kita talenta, kuasa, dan kemampuan untuk bekerja, baik dalam bidang jasmani maupun rohani. Sebagai hamba Tuhan, kita hanya menjalankan perintah-Nya untuk mengembangkan apa yang sudah dititipkan-Nya kepada kita. Banyak orang yang merasa bahwa keberhasilan hanya terlihat dari benda-benda yang dapat diperolehnya. Mereka tahu bagaimana bisa mengkalim hadiah dari jerih payahnya, yaitu segala sesuatu yang bersifat jasmani dan materi. Tetapi, firman Tuhan berkata bahwa segala sesuatu, baik kemampuan jasmani ataupun rohani, adalah dari Tuhan, dan oleh Tuhan, dan kepada Tuhan. Karena itu bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya.

Pagi ini, pertanyaan ada untuk kita. Apakah kita sudah memakai hidup kita sebagaimana mestinya? Kita harus ingat bahwa sebagai bejana tanah liat yang dibentuk-Nya, kita tidak memiliki kuasa, tetapi tanggung jawab. Jika kuasa dan kemampuan ada dalam diri kita, itu adalah karunia Tuhan, Sang Penjunan, untuk memungkinkan kita bisa bertanggung jawab atas segala yang kita lakukan dalam hidup di dunia (2 Korintus 4: 7). Patutkah kita menolak untuk bertanggung jawab sepenuhnya atas hidup kita kepada Tuhan yang memiliki hidup kita?

“Satu kali Allah berfirman, dua hal yang aku dengar: bahwa kuasa dari Allah asalnya, dan dari pada-Mu juga kasih setia, ya Tuhan; sebab Engkau membalas setiap orang menurut perbuatannya.” Mazmur 62: 11-12

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s