Mengapa Tuhan mengecewakan aku?

“Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri.” 2 Korintus 12: 7

Jika kita jujur kepada diri kita sendiri, tentu kita harus mengaku bahwa dalam hidup ini kita sering merasa kecewa karena berbagai hal. Di antara kekecewaan yang ada, mungkin ada yang besar atau yang kecil, dan mungkin disebabkan oleh apa yang terjadi pada diri kita, orang lain, atau lingkungan.

Pernahkah anda merasa bahwa apa pun yang anda kerjakan tidak mendapat sambutan yang baik dari orang lain? Dalam cerita-cerita klasik mengenai kehidupan keluarga banyak dijumpai hal-hal semacam itu. Di luar kehidupan rumah tangga, adanya celaan orang lain juga sering terjadi. Seorang pekerja mendapat teguran dari boss nya karena membuat kesalahan adalah lumrah, tetapi jika ia dituduh melakukan kesalahan secara semena-mena, itu adalah hal yang menyakitkan. Walaupun demikian, adanya hal-hal sedemikian bukanlah sesuatu yang mengherankan.

Kekecewaan terjadi ketika apa yang kita harapkan tidak terjadi, atau jika apa yang tidak kita harapkan terjadi. Bagi orang yang percaya kepada Tuhan yang mahakasih, pertanyaan mereka mungkin bertalian dengan pikiran bahwa Tuhan seakan membuat umat-Nya kecewa. Doa yang diucapkan sejak lama misalnya, tidak kunjung terjawab; dan itu membuat manusia merasa dikecewakan. Selain itu, kekecewaan seseorang bisa terjadi karena merasa bahwa ia sudah mengecewakan orang lain, terutama yang dicintai, dan bahkan Tuhan. Memang orang Kristen yang mempuyai perasaan yang cukup peka terhadap kelakuannya, bisa merasa kecewa atas kesalahan yang diperbuatnya, bagaimanapun kecilnya,dan ini bisa membuat hidupnya menderita. Sebaliknya, orang yang tidak peka akan tingkah lakunya dan yang menggunakan kebebasannya untuk hal yang salah, sering membawa kesedihan bagi orang lain dan Tuhan.

Pada intinya, kekecewaan adalah rasa sedih karena kita terkejut dan tidak mengerti mengapa sesuatu berjalan tidak sesuai dengan kehendak kita. Kekecewaan belum tentu dosa, karena Tuhan juga sering “dikecewakan” oleh perbuatan manusia, dalam arti sedih, sekali pun Ia tahu segala yang akan terjadi dan penyebabnya. Rasa sedih Tuhan adalah karena kebodohan manusia, tetapi Ia justru mempersiapkan penyelamatan umat-Nya dari awalnya. Sebaliknya, kekecewaan manusia yang juga karena hal yang sama, bisa menjadi dosa jika manusia tidak mengakui bahwa kebodohan dan kebebasan manusia adalah penyebabnya, dan itu mungkin termasuk kebodohan dan kebebasan dirinya sendiri. Bagaimana bisa begitu?

Mereka yang tidak mengerti bahwa segala sesuatu berjalan menurut rancangan Tuhan adalah orang-orang yang bodoh. Mereka yang kecewa mungkin tidak menerima bahwa manusia mana pun adalah manusia berdosa yang dalam kebebasannya tidak mungkin melakukan apa yang baik, apa yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Mereka yang kecewa adalah orang-orang bodoh yang kemudian bisa membenci Tuhan, orang lain, keadaan di sekelilingnya atau dirinya sendiri. Mereka yang kecewa bisa saja melakukan hal-hal yang lebih bodoh lagi dengan melakukan kekerasan atau kebencian kepada orang lain, lingkungan dan dirinya sendiri. Mereka yang sangat kecewa bisa saja mengutuki Tuhan. Mereka mungkin yakin bahwa Tuhan adalah pencipta kejahatan dan malapetaka di dunia. Suatu kebodohan yang serius.

Salah satu orang yang hampir kecewa adalah rasul Paulus, yang menderita karena suatu sebab. Apakah penderitaan itu adalah penderitaan fisik, spiritual atau emosional, tidaklah ada orang yang bisa memastikan. Tetapi ia jelas sangat menderita karena ia mengatakan bahwa ia mempunyai suatu “duri dalam daging”. Jika duri itu tidak mematikan tubuh jasmaninya, jelas bahwa ia merasa sakit sekali. Karena itu ia sudah berseru tiga kali untuk memohon pertolongan. Tetapi seakan Tuhan tidak mendengar. Tetapi Paulus tidak jatuh dalam kebodohan.

Tuhan memberi Paulus pengetahuan bahwa Ia sendiri sudah menyuruh utusan iblis untuk menyiksa Paulus. Bagaimana Tuhan yang mahakasih bisa membiarkan iblis untuk mengganggu Paulus mungkin adalah hal yang menakutkan bagi orang percaya. Tetapi itu bukanlah hal yang tidak mungkin, karena Ayub yang sangat taat kepada Tuhan juga mengalami penderitaan yang sangat besar ketika Tuhan mengizinkan iblis untuk menyerang Ayub (Ayub 1: 12). Tetapi Ayub bukanlah orang yang bodoh; ia mengerti bahwa Tuhan mempunyai maksud tertentu dalam semua yang dialaminya. Tuhan adalah Tuhan yang mahakasih dalam semua keadaan. Tuhan tidak pernah merasa kecewa atas mereka yang taat kepada-Nya atau mengecewakan mereka.

Tahukah Paulus maksud Tuhan dengan membiarkan dirinya menderita? Mungkin saja ia pada mulanya tidak mengerti hal itu. Karena itu, Paulus memohon sampai tiga kali agar Tuhan melepaskannya dari duri itu. Jika ia mengerti apa maksud Tuhan dari mulanya, tentu Paulus sebagai rasul tidak perlu memohon kelepasan. Tetapi, melalui pergumulannya, Paulus kemudian mengerti bahwa semua itu terjadi agar ia tidak meninggikan diri. Sebagai anak Tuhan, Paulus bisa saja merasa sombong jika Tuhan selalu memberikan kenyamanan, kesuksesan dan kemakmuran kepadanya.

Jika kita mengalami penderitaan dan kekecewaan karena orang lain, karena lingkungan,  atau karena diri kita sendiri, kita harus menyadari bahwa seperti Ayub dan Paulus, kita pun pengikut Tuhan. Bagi pengikut Tuhan, penderitaan hidup yang bukan karena kesalahan kita adalah hal yang biasa. Berlawanan dengan apa yang diajarkan oleh sebagian orang Kristen, kita harus menghindari kebodohan manusia yang merasa bahwa Tuhan harus selalu melimpahkan berkat-Nya dalam bentuk apa yang enak saja. Kita juga harus berbeda pandangan dengan mereka yang mengajarkan bahwa segala kejahatan dan penderitaan datang dari Tuhan yang menetapkannya. Tetapi, kita harus yakin bahwa Tuhan yang mahakasih mempunyai rencana yang besar dalam diri setiap umat-Nya, dan melalui pergumulan hidup kita bisa menerima berkat yang besar yaitu iman, yang makin teguh kepada Dia.

“Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?” Ibrani 12: 7

Dari kedua ayat diatas, dapat disimpulkan jika kita melakukan sesuatu untuk kemuliaan nama Tuhan, tetapi mendapat perlakuan yang tidak baik dan bahkan dijahati orang lain atau mengalami hal-hal yang menyedihkan dalam hidup kita, kita tidak perlu berkecil hati. Memang, jika kita mau menderita demi Kristus, kita akan dimuliakan bersama Dia di surga. Masalahnya adalah dalam hidup ini, kita juga bisa menderita, dicela, difitnah dan dianiaya karena berbagai hal. Apakah ada gunanya bagi mereka mengalami penderitaan semacam itu? Jawabnya: bisa ada atau tidak ada.

Mereka yang menderita karena hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan kemuliaan dan kehendak Tuhan, sudah tentu harus bisa menanggungnya sendiri. Apalagi mereka yang tidak mengenal Tuhan adalah individu-individu yang percaya bahwa mereka hidup dan bekerja untuk dirinya sendiri. Jika mereka mendapat keberhasilan, itu adalah untuk diri mereka; dengan demikian, jika mereka mendapat kegagalan, kesulitan ataupun penganiayaan, itu adalah persoalan yang harus mereka selesaikan sendiri, karena setiap manusia bertanggung jawab sepenuhnya atas apa yang dipilih dan dilakukannya. Tentu saja hal ini tidak bisa mendatangkan kebahagiaan.

Sebaliknya, mereka yang percaya kepada Tuhan yakin bahwa dalam hidup mereka tidak berjalan seorang diri. Tambahan pula, segala yang dilakukan mereka adalah sesuai dengan kehendak Tuhan yang sudah dinyatakan dan untuk kemuliaan Tuhan. Dengan demikian, jika apa yang mereka perbuat tidak mendapatkan tanggapan yang baik dari orang lain, dan mereka harus menderita karenanya, mereka tetap yakin bahwa semua itu tidak sia-sia di mata Tuhan. Umat Tuhan yang gagal dalam usaha untuk mencapai apa yang baik, harus yakin bahwa Tuhan tidak pernah kecewa atas jerih-payah mereka. Tuhan justru bisa memakai semua yang terjadi untuk kebaikan mereka.

Pagi ini, mungkin kita teringat berapa banyak kita pernah dikecewakan orang lain. Mungkin sering maksud baik kita justru membuat orang lain marah dan dendam kepada kita. Barangkali juga, kita sudah mengalami berbagai masalah kehidupan, kegagalan, peyakit, kekurangan dan sebagainya. Tetapi semua itu tidak perlu membuat kita sedih atau kecewa, jika kita memang mau hidup untuk Tuhan di setiap saat. Dalam hidup di dunia yang penuh dosa dan cacat cela ini, kita tidak perlu memiliki iman untuk memindahkan gunung, jika kita percaya bahwa Tuhan yang mahakasih adalah Tuhan yang berdaulat atas segala apa yang terjadi dalam hidup manusia.

“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” Roma 8: 28

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s