Masih normalkah kita?

“Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.” Roma 3:23

Di zaman ini, kita harus berhati-hati dalam memakai kata sebutan untuk orang lain. Sebutan yang berhubungan dengan apa yang dipandang kurang lazim misalnya, tidaklah dapat digunakan semena-mena agar tidak menyinggung orang lain. Sebagai contoh, sebutan untuk warna kulit, bentuk mata atau mulut, tinggi badan, cacat tubuh atau kejiwaan, bisa menimbulkan kemarahan orang lain atau protes dari masyarakat. Semua orang ingin dianggap “normal” dan tidak mau disebut atau dianggap “tidak normal”. Dalam hal ini, sebagai orang Kristen tentunya kita mengerti bahwa memberi julukan atau sebutan yang kurang baik adalah bertentangan dengan perintah Tuhan untuk menghargai dan mengasihi sesama kita.

Apa sebenarnya arti “normal” itu? Apa yang “normal” tentu memenuhi standar tertentu. Di mata Tuhan tentunya semua orang adalah sama, sudah berdosa kehilangan kemuliaan Allah. Semua orang adalah “normal”. Jika ada manusia yang tidak berdosa, manusia itu tentunya tidak normal. Dalam hal ini, Alkitab menyatakan bahwa manusia yang “tidak normal” itu tidak ada, kecuali Yesus Kristus yaitu Allah yang sudah turun ke dunia. Yesus yang datang ke dunia adalah manusia yang dapat merasakan penderitaan kita dan pernah dicobai seperti kita, tapi tidak pernah jatuh dalam dosa. Yesus bukanlah manusia yang normal.

“Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.” Ibrani 4: 15

Jika kita adalah manusia berdosa sejak awalnya, itu adalah hakiki kita – sesuatu yang normal. Mungkin kita pernah membaca pernyataan filsuf Aristoteles bahwa manusia pada hakikatnya adalah hewan yang rasional. Benarkah begitu? Memang adalah umum untuk merujuk pada kecerdasan manusia sebagai faktor pembeda dengan hewan. Bahkan istilah “hewan rasional” digunakan dengan konotasi superioritas. Namun, definisi semacam ini sering kali memiliki nuansa menarik yang harus dipahami.

Manusia sering dikategorikan sebagai makhluk istimewa dalam kerajaan hewan. Ini karena manusia memiliki karakteristik dan fungsi yang dipunyai hewan. Di sisi lain, banyak orang yang menekankan bahwa manusia berbeda dengan hewan karena mempunyai kecerdasan dan kemampuan untuk memilih alasan untuk berbuat sesuatu. Dan Alkitab menyatakan bahwa kita adalah satu-satunya makhluk yang bisa menyadari adanya kuasa Ilahi yang besar dalam alam semesta. Dua hal ini membedakan kita dari binatang yang lebih bergantung pada naluri dan kebiasaan. Studi seputar pemikiran dan perilaku sehari-hari manusia menunjukkan bahwa sebutan hewan rasional untuk manusia tidak bisa dianggap benar secara mutlak.

Di sekitar kediaman saya, dapat dijumpai beberapa padang rumput tempat pemeliharaan sapi, dan yang terdekat hanya berada dalam jarak beberapa ratus meter saja dari rumah. Karena itu, sewaktu saya berjalan-jalan sering kali saya menjumpai beberapa sapi yang sedang merumput dan ada juga yang berdiri diam sambil menonton saya berjalan. Mata mereka terlihat kosong. Apa yang ada dalam pikiran mereka? Terkadang saya berpikir alangkah membosankan jika manusia hidup seperti sapi itu. Seekor sapi mungkin tidak pernah merasa jemu untuk hidup seperti itu. Selama rumput hijau ada, seekor sapi tentunya merasa puas sekalipun esok hari ia akan dikirim ke rumah pemotongan. Sapi secara normal, tidak mempunyai pengertian akan apa arti hidup dan rencana masa depan. Apakah mungkin manusia mengalami hal yang sama?

Bagi umat Kristen, manusia jelas berbeda dengan sapi atau hewan lainnya karena manusia diciptakan sebagai gambar Allah dan diberikan mandat untuk menguasai segala jenis hewan (Kejadian 1: 27-28). Manusia mempunyai tubuh dan roh yang memberinya kesadaran bahwa hidup ini bukan hanya mencakup kebutuhan jasmani, tetapi juga kebutuhan rohani. Sayang sekali bahwa kemampuan manusia itu justru membawa kehancuran karena Adam dan Hawa menggunakannya untuk maksud yang salah. Karena itulah seluruh umat manusia secara normal mempunyai dosa sejak dilahirkan, dan dosa manusia tentunya makin lama makin bertambah besar selama hidup di dunia. Dalam hal ini, dosa sekecil apa pun akan membawa kematian kekal jika Yesus tidak datang ke dunia untuk menebus umat-Nya. Itulah kodrat manusia yang normal. Mereka yang tetap hidup dalam kenormalannya tidak akan dapat diselamatkan.

Jika sapi adalah hewan yang sederhana cara berpikirnya, menurut pemazmur sebagian manusia juga bisa hidup seperti itu. Mereka yang merasa sudah mencapai apa yang bisa dinikmati atau dibanggakannya, cenderung untuk hidup dalam kesempitan pikirannya. Apakah yang mereka pikirkan dalam hidup? Bagi orang seperti itu, hidup adalah kesempatan untuk menikmati kenyamanan, kekayaan, kuasa, kejayaan, kebebasan dan semacamnya. Di antara orang Kristen pun, hanya sebagian kecil yang mempunyai dedikasi tinggi untuk mengamalkan perintah Tuhan; sebagian besar justru lebih menyukai apa yang terlihat lebih mudah dijalani dan dinikmati sekalipun itu tidak sesuai dengan firman Tuhan.

“Manusia, yang dengan segala kegemilangannya tidak mempunyai pengertian, boleh disamakan dengan hewan yang dibinasakan.” Mazmur 49: 20

Manusia non-Kristen yang normal adalah orang yang menjalani hidup di dunia untuk mencapai kenyamanan duniawi. Selain itu, ada orang Kristen yang sangat yakin bahwa mereka akan diselamatkan karena itu adalah normal bagi orang pilihan Tuhan. Orang muda yang tidak mengenal Tuhan bisa mengejar kesempatan yang ada, dan mereka yang tua bisa kembali menikmati apa yang sudah dicapainya. Selama apa yang diinginkan bisa diperoleh, hidup mereka adalah kebahagiaan yang bisa dinikmati. Manusia yang sedemikian tidak mempunyai pengertian bahwa semua itu adalah kebahagiaan yang sementara, barangkali seperti rumput hijau dalam pandangan seekor sapi. Seperti seekor hewan yang akan dibinasakan, mereka tidak sadar bahwa hidup dan kebahagiaan mereka adalah singkat saja. Pada pihak yang lain, orang Kristen yang merasa normal dalam hidupnya tidak akan merasakan adanya dorongan untuk menunjukkan imannya melalui hidup dan perbuatan sehari-hari. Itu karena menjadi “tidak normal” adalah sesuatu yang tidak mudah dilakukan.

Pemazmur dalam Mazmur 49 menyatakan bahwa sebagai orang beriman kita adalah orang yang tidak normal, kita tidak perlu merasa iri bahwa ada orang-orang yang nampaknya hidup dalam kegemilangan, sebab pada suatu saat mereka akan mati dan semua yang ada tidak akan bisa dibawa mereka (ayat 17). Sekalipun ada orang yang menganggap dirinya berbahagia, dan sekalipun orang lain menyanjungnya, orang itu tidak akan mengalami hal itu untuk selamanya (ayat 18-19). Lebih-lebih lagi, bagaimanapun besarnya kekayaan seseorang, ia tidak akan bisa memberikan tebusan kepada Allah yang mahasuci sebagai ganti nyawanya (ayat 7).

Mereka yang mempunyai pengertian yang benar akan apa arti hidup ini dan yang taat kepada Allah, tahu bahwa Allah akan membebaskan nyawanya dari cengkeraman dunia orang mati sebab Ia akan menarik mereka kearah keselamatan (ayat 15). Bahkan sesungguhnya, semua itu sudah terjadi pada setiap orang percaya karena Kristus sudah menang atas maut dengan kebangkitan-Nya. Dengan demikian, bagi mereka yang mempunyai pengertian yang benar, hidup adalah untuk kemuliaan Tuhan dan untuk mengikuti firman-Nya. Bagi mereka, pandangan mata mereka tidaklah hampa seperti hewan, tetapi akan selalu tertuju ke surga di mana tempat sudah disediakan bagi mereka. Hidup manusia yang tidak mempunyai pengertian boleh terasa kosong, tetapi mereka yang percaya kepada Kristus, hidup selalu diisi dengan ketaatan kepada Tuhan dan sukacita yang abadi dan kekal.

Orang Kristen adalah orang yang tidak normal karena mereka tahu bahwa akibat dosa adalah kematian, mereka juga percaya bahwa karena kasih Allah, Yesus sudah mati untuk umat-Nya. Karena itu, hidup untuk orang Kristen adalah hidup bukan sebagai orang-orang yang bebas untuk memilih apa yang disenangi mereka, yang menganggap bahwa kenyamanan apa saja yang ada di dunia adalah bagian hidup yang normal dan harus bisa dinikmati. Hari ini firman Tuhan mengingatkan kita bahwa sebagai orang yang sudah diselamatkan adalah seharusnya kita lebih berhati-hati dengan hidup kita yang sudah ditebus dengan darah Kristus dan tidak mengabaikan firman Tuhan sebagai rambu-rambu dan lampu kehidupan yang tidak pernah berubah, agar kita tetap berjalan di jalan yang benar dan hidup dalam kasih pemeliharaan-Nya.


“Aku mengatakan hal ini secara manusia karena kelemahan kamu. Sebab sama seperti kamu telah menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kecemaran dan kedurhakaan yang membawa kamu kepada kedurhakaan, demikian hal kamu sekarang harus menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kebenaran yang membawa kamu kepada pengudusan.” Roma 6: 19

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s