Yesus berkata kepadanya: ”Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!” Matius 4:7

Pada suatu ketika, sebelum tidur, Charlotte yang berumur 4 tahun mendengarkan orangtuanya membacakan cerita anak-anak dari Alkitab dan berdoa malam untuknya. Biasanya, setelah itu orangtuanya meninggalkan kamar tidur Charlotte agar ia bisa tidur. Tetapi, pada kali ini Charlotte mengajukan satu pertanyaan yang cukup sulit dijawab; dan karena itu satu jam lagi lewat sebelum ia siap untuk tidur. Pertanyaan apa pula itu?
Charlotte pada siang harinya pergi berjalan-jalan dengan orang tuanya. Sering kali, sebelum mereka bersama-sama menyeberang sebuah jalan, orangtuanya memperingatkan dia untuk berhati-hati. Ini tentunya untuk melatih Charlotte agar selalu melihat ke kanan dan kiri sebelum menyeberang, unuk memastikan tidak ada kendaraan yang lewat. Pada malam harinya ia bertanya kepada orangtuanya: “Mengapa kita harus berhati-hati menyeberang jalan jika Tuhan Yesus melindungi kita?
Pertanyaan dari seorang anak kecil yang sulit dijawab ini, adalah juga pertanyaan orang dewasa yang sulit dijawab. Pertanyaan yang sering membuat orang dewasa menolak untuk percaya adanya Tuhan, dan tidak mau menjadi orang Kristen:
- Apa perlunya kita mempunyai Tuhan yang mahakuasa dan mahakasih jika kita tetap harus menjaga keselamatan diri sendiri?
- Apaakah Tuhan itu mahakuasa dan mahakasih jika ada orang Kristen yang sudah berhati-hati tetapi tetap mengalami bencana?
- Apakah Tuhan yang menetapkan datangnya bencana pada umat-Nya, seperti Ia melakukannya kepada orang yang tidak beriman?
Pertanyaan yang pertama dan kedua adalah pertanyaan yang paling sering diajukan oleh mereka yang tidak mau menjadi orang Kristen karena adanya kepahitan atas masa lalu atau atas apa yang terjadi dalam hidup mereka. Mereka tidak menyadari bahwa Tuhan bukanlah Oknum yang menyebabkan adanya masalah dalam hidup mereka. Mereka tidak mengerti bahwa semua manusia sudah jatuh dalam dosa dan karena itu harus hidup di luar kedamaian yang pada mulanya diciptakan Tuhan untuk ciptaan-Nya. Karena itu, adalah lumrah jika ada orang Kristen yang sudah berhati-hati tetapi tetap bisa mengalami masalah.
Mereka yang mengharapkan Tuhan akan melindungi mereka sekalipun mereka dengan sengaja membuat hidup mereka kacau balau, adalah orang-orang yang mencobai dan menantang Tuhan. Mereka berusaha membuktikan ada atau tidak adanya Tuhan, dan sering kali bersaksi bahwa Tuhan itu mahakuasa dan mahakasih ketika mereka terhindar dari konsekuensi kebodohan mereka. Sebaliknya, jika mereka melihat orang Kristen yang lain menderita, mereka dengan mudah menuduh bahwa orang-orang itu kurang beriman, atau telah berbuat dosa sehingga menerima hukuman yang setimpal.
Kita tidak boleh mencobai Tuhan dengan menjalani hidup yang “ugal-ugalan” dan berharap bahwa Tuhan akan menghentikan kebodohan kita atau menghindarkan kita dari akibat kesalahan kita. Setiap manusia harus bertanggungjawab sepenuhnya atas hidup mereka dan menerima akibat apa yang dilakukan mereka. Selain itu, setiap umat Kristen sudah dikaruniai Roh Penolong, Roh Kudus yang membimbing hidup mereka dalam mengambil keputusan. Tidak ada orang Kristen sejati yang bisa menolak kenyataan bahwa Roh Kudus ada dalam hidup mereka. Jika kehadiran-Nya tidak terasa, itu adalah karena Ia sudah diabaikan dan didukakan sejak lama.
Pada pihak yang lain, ada orang Kristen yang percaya bahwa Tuhan hanya mau menolong mereka yang mau menolong diri mereka sendiri. Pendapat ini terdengar seperti sebuah kebenaran, yang mempersalahkan manusia yang mengalami masalah karena terlihat kurang mau berusaha. Sebetulnya, pendapat ini tidak benar. Jika kita berpendapat demikian, kita juga bisa dikatakan mencobai Tuhan karena jika kita merasa sudah bertindak semaksimum kita, kita berhak menuntut pertolongan Tuhan. Jika kita sudah merasa berbuat benar, kita merasa berhak menerima perlindungan-Nya. Ini bukanlah pendapat yang benar.
Dalam kenyataannya, setiap umat Kristen berhak menyebut Allah sebagai Bapa karena pengurbanan Yesus Kristus di kayu salib, dan dibenarkan jika kita berharap akan pertolongan-Nya. Tetapi apa yang harus kita yakini adalah bahwa manusia boleh berusaha, tetapi Tuhan yang menentukan. Manusia bisa berusaha tetapi itu bukan apa-apa jika dibandingkan dengan kuasa Tuhan. Kita tidak boleh merasa yakin dapat melakukan segala sesuatu, dan Tuhan tidak perlu meyertai kita sampai saat kita meminta pertolongan-Nya. Tuhan tidak senang jika kita mengabaikan Dia.
Bagaimana pula dengan pandangan bahwa Tuhan yang menetapkan datangnya bencana pada umat-Nya, seperti Ia melakukannya kepada orang yang tidak beriman? Adalah keliru jika ada orang Kristen yang percaya kepada “nasib”, karena percaya bahwa Tuhan sudah menetapkan segala sesuatu, hal baik maupun hal buruk, dari mulanya. Tuhan tidak mempunyai rencana yang jahat kepada umat-Nya. Ia ingin bahwa selagi langit dan bumi masih ada, makin banyak orang yang mengenal Dia dan bertobat dari dosa mereka. Karena itu, pada hakikatnya Tuhan tidak ingin membawa malapetaka kepada siapa pun, kecuali jika ada hal-hal jahat yang bisa mengganggu rencana-Nya.
Pada akhirnya, kita harus ingat bahwa kita hidup di dunia di mana iblis masih mempunyai kesempatan untuk menghancurkan hidup manusia. Iblis ingin menghancurkan ciptaan Allah, kasih Allah, karunia Allah dan Allah sendiri. Karena itu, seperti diungkapkan dalam ayat di atas, Yesus pun harus berhati-hati dalam menghadapi berbagai godaan iblis selama Ia hidup di dunia. Seperti itulah, kita juga harus tetap berhati-hati dalam melangkahkan kaki kita selama kita hidup di dunia yang penuh dosa ini. Tuhan 100% berkuasa, tetapi manusia 100% bertanggungjawab atas apa yang dilakukannya.