“Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel” yang berarti: Allah menyertai kita. Matius 1: 23

Jika anda berada di Australia dan mengunjungi berbagai kompleks pertokoan, tentu anda bisa melihat bahwa orang mulai sibuk dengan persiapan menyongsong hari Natal. Pusat perbelanjaan di mana pun saat ini dipenuhi banyak pengunjung, apalagi sekolah dan universitas sudah memasuki masa liburan musim panas. Akhir tahun di Australia tidaklah bersalju, tetapi sebaliknya, bagi mereka yang senang berjemur, bulan-bulan ini adalah saat untuk bermain di pantai. Tentu saja, mereka yang kepanasan memilih untuk pergi shopping karena gedung pertokoan yang ber AC adalah tempat yang enak untuk bersantai.
Dengan berjubelnya pusat pertokoan, terkadang saya heran mengapa begitu banyak orang yang merayakan hari Natal. Benarkah mereka mengerti makna Natal? Ataukah mereka hanya merayakan hari Natal sebagai suatu kebiasaan turun temurun saja? Hanya sekitar 43% penduduk Australia saat ini mengaku sebagai orang Kristen, tetapi dalam kenyataannya hanya sebagian kecil dari mereka yang pergi ke gereja secara konsisten. Tentu saja mereka yang mengaku Kristen mengerti bahwa perayaan Natal adalah perayaan hari kelahiran Yesus. Tetapi, siapakah Yesus itu untuk diri mereka pribadi? Apakah Yesus tetap relevan untuk kehidupan mereka, sedangkan mereka yang tidak ke gereja kebanyakan berdalih bahwa gereja sudah tidak cocok untuk kehidupan zaman sekarang?
Memang kekristenan di zaman ini menghadapi serangan yang luar biasa dari segala penjuru. Bukan saja pertumbuhan agama-agama lain menyebabkan mereka yang dulunya lahir dan hidup dalam lingkungan Kristen, sekarang tertarik untuk pergi “shopping” mencari apa yang lebih menarik, kemajuan teknologi bisa membuat manusia seolah bisa menentukan nasibnya sendiri. Nasibku ada di tanganku, begitu banyak orang berpikir. Belum lagi adanya banyak orang terkenal yang mengajarkan cara hidup yang dikatakan akan membawa keberhasilan dan kebahagiaan tanpa perlu untuk menaati ajaran-ajaran keagamaan atau mengenal Tuhan. Tidaklah mengherankan, bagi banyak orang Yesus hanyalah tokoh sejarah dan bukan Anak Allah.
Ayat diatas adalah ayat yang sering dibacakan di gereja pada minggu-minggu menjelang Natal. Ayat yang signifikan karena setidaknya dua hal. Yang pertama adalah bahwa Yesus memang lahir sebagai manusia dan karena itu Ia adalah manusia yang bisa mengerti kebutuhan kita dengan sepenuhnya. Yang kedua, Yesus dilahirkan sebagai pernyataan kasih Allah yang ingin agar manusia menyadari bahwa didalam Yesus manusia dapat menemukan Dia.
Tuhan yang menjadi manusia adalah Tuhan yang bisa dan mau menolong kita. Tuhan kita bukanlah yang jauh di sana, yang dalam kebesaran-Nya membiarkan manusia untuk berjuang seorang diri di dunia, dan yang mengharuskan manusia untuk bisa mencapai derajat kesucian yang bisa diterima oleh-Nya. Bukan demikian. Tuhan tahu bahwa manusia yang lemah dan berdosa ini, tidaklah sanggup untuk berjuang seorang diri.
Tiga hari lagi kita akan merayakan Natal. Masih ada cukup waktu bagi siapa saja untuk mulai menganalisa hidup kita selama setahun ini. Sudahkah anda mencapai kebahagiaan yang sejati? Sudahkah anda merasa tenteram dalam hidup anda? Yakinkah anda bahwa hari-hari mendatang akan dapat anda hadapi dengan keteguhan hati? Masih adakah perasaan bahwa dengan adanya berbagai persoalan ekonomi, studi, kesehatan dan keluarga, anda mungkin harus menerima kenyataan bahwa hidup ini terlalu sulit untuk dijalani?
Ayat di atas memberikan jaminan kepada setiap orang Kristen bahwa apa pun yang mereka alami, Yesus yang lahir di bumi sebagai manusia dapat mengerti dan ikut merasakannya. Ayat itu juga memberi keyakinan baru kepada siapa pun yang merasa lemah dan kuatir untuk menghadapi masa depan, bahwa Yesus Anak Allah akan menyertai mereka dalam setiap keadaan. Apa yang perlu kita persiapkan dalam menghadapi Natal adalah hati kita, agar kita tetap berpegang pada iman bahwa Imanuel itu benar-benar berarti Allah menyertai kita.