“Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan.” Efesus 5: 15-17

Hari-hari ini adalah jahat. Bukan saja Paulus mengemukakan kenyataan pada saat itu, kita sekarang pun tahu bahwa dunia ini semakin kotor dan jahat. Memang dengan adanya pendidikan dan hukum, manusia di zaman modern ini kelihatannya jauh lebih beradab jika dibandingkan dengan manusia di zaman Paulus. Tetapi, manusia modern lebih berani melawan Tuhan dengan peradaban modern yang mengizinkan manusia melanggar hukum dan firman Tuhan selama tidak melanggar hukum pemerintah. Karena itu ada berbagai hal di dunia ini, seperti korupsi, aborsi, hidup bersama tanpa menikah, pernikahan sejenis, penggunaan narkoba dll. yang dipandang lumrah.
Bagi orang Kristen yang menganut faham determinisme, semua kejahatan dan kekacauan dalam hidup manusia modern adalah sesuai dengan kehendak Tuhan. Mereka yang lebih ekstrem pandangannya, mungkin percaya bahwa Tuhan sendiri yang memungkinkan dan membuat manusia melakukan hal yang jahat. Itu karena kedaulatan Tuhan yang menentukan jalannya segala sesuatu di alam semesta, sampai hal yang sekecil-kecilnya. Bagi mereka, manusia tidak mempunyai kehendak bebas, dan karena itu semua yang terjadi di dunia harus terjadi sesuai dengan rencana Tuhan. Apakah ini yang disebut faham fatalisme? Belum tentu!
Secara umum, fatalisme didefinisikan sebagai suatu pandangan filsafat, yang meyakini bahwa seseorang sudah dikuasai oleh takdir dan tidak bisa mengubahnya. Menurut fatalisme, manusia tidak berdaya untuk melakukan sesuatu di luar kemampuannya di saat ini, begitu pula tidak memiliki kemampuan untuk mempengaruhi masa depannya. Kata dasar fatalisme adalah fatal, sebuah kata sifat yang berasal dari bahasa Latin fatum yang artinya “takdir” atau “ketentuan”. Berbeda dari fatalisme, determinisme meyakini bahwa kehidupan manusia ditentukan oleh bagaimana atau apa yang sudah pernah dilakukannya. Ini adalah pengertian umum yang berbeda dengan pengertian teologi.
Dalam pengertian teologi, determinisme berarti kehidupan dalam alam semesta sudah ditentukan oleh Tuhan sepenuhnya. Mereka yang menganut faham ini percaya bahwa pada akhirnya semua yang dilakukan manusia akan terjadi sesuai dengan rencana Tuhan. Faham fatalisme dalam teologi adalah kelanjutan dari faham determinisme, yang menyatakan bahwa manusia tidak berdaya untuk melakukan sesuatu di luar kehendak Tuhan, begitu pula tidak memiliki kemampuan untuk mempengaruhi masa depannya, atau memastikan hasil dari upaya yang telah dilakukannya. Dengan demikian, keselamatan juga sepenuhnya takdir Tuhan, dan reaksi manusia terhadap tawaran keselamatan dari Tuhan (yaitu cara hidup mereka) tidaklah mempunyai peranan apa-apa.
Mereka yang menganut faham teologi determinisme, kebanyakan tidak mau disebut penganut faham fatalis. Mereka berargumen bahwa sekalipun Tuhan sudah menentukan hasil akhirnya (yang mungkin belum diketahui), mereka tetap harus bekerja keras. Menurut mereka, orang fatalis adalah orang yang putus asa dan sudah tidak mempunyai semangat untuk bekerja. Walaupun demikian, faham determinisme mempunyai ciri yang sangat menarik dalam kehidupan orang Kristen.
Ayat di atas adalah salah satu dari banyak ayat Alkitab yang menganjurkan agar umat Kristen untuk bekerja keras. Ini bukan kerja keras tanpa tujuan yang jelas, tetapi kerja keras untuk hidup dalam terang Kristus. Paulus menyuruh orang Efesus untuk memperhatikan dengan saksama, bagaimana mereka hidup, agar jangan seperti orang Kristen yang bodoh, tetapi seperti orang Kristen yang bijaksana. Orang Efesus diminta untuk mempergunakanlah waktu dengan baik, karena manusia pada hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu mereka diminta agar bijaksana dan berusaha supaya mereka mengerti kehendak Tuhan.
Pernyataan Paulus itu agaknya cukup membingungkan. Apakah perlu orang Kristen bekerja keras untuk mempertahankan keselamatan mereka? Tidak! Keselamatan adalah pemberian Tuhan, dan jika Tuhan memang sudah memberikan itu kepada kita, tidak ada yang bisa mengambilnya. Walaupun demikian, jika ada orang yang mengaku Kristen tetapi tidak mau bekerja keras untuk kemuliaan Tuhan, ada kemungkinan orang itu belum menerima hidup baru dari Tuhan. Orang sedemikian tidak mau mempelajari kehendak Tuhan dan masih ingin menuruti kekendak diri sendiri. Pada pihak yang lain, ada kemungkinan bahwa orang Kristen yang hidupnya berantakan, adalah orang Kristen yang bodoh, yang tidak mengunakan waktu yang ada untuk mempelajari firman Tuhan dengan baik. Hidup mereka tidak dapat memancarkan terang Tuhan.
Salah satu kebodohan orang yang sudah diselamatkan adalah kurang adanya kesadaran bahwa hari-hari ini adalah jahat. Iblis bekerja keras untuk mengacaukan kehidupan manusia, terutama umat Kristen, agar mereka tidak mempunyai hubungan yang baik dengan Tuhan. Karena itu, mereka sering kurang mengerti bahwa orang yang sudah diselamatkan tidak dapat mengharapkan bahwa tanpa berbuat apa pun, hidupnya di dunia sudah berjalan sesuai dengan kehendak Tuhan. Mengapa begitu? Karena kehendak Tuhan yang ada justru agar kita bekerja untuk menjadi anak-anak terang. Untuk bisa menjadi terang dunia, setiap umat Kristen harus mau bekerja keras, dan memilih untuk tunduk kepada kehendak-Nya.
Ayat-ayat dalam Efesus 5: 1-21 diberi judul “Hidup sebagai anak-anak terang” dan berisi nasihat bagaimana kita harus hidup di dunia agar nama Tuhan dipermuliakan. Nama Tuhan dipermuliakan jika kita mau bekerja keras untuk hidup sesuai dengan firman-Nya. Nama Tuhan tidak akan dipermuliakan jika kita yakin bahwa cara hidup kita tidak perlu diperbaiki karena semuanya sudah ditetapkan Tuhan. Atau jika kita percaya bahwa Roh Kudus akan mengubah hidup kita tanpa kita harus berbuat apa-apa.
Hari ini, firman Tuhan jelas menyatakan bahwa orang Kristen yang sejati bukanlah orang Kristen yang tidak lagi merasa perlu berbuat baik dalam hidup. Orang Kristen yang bijaksana bukanlah orang yang hanya menekankan kedaulatan Allah, tetapi mengabaikan peranan mereka selama hidup di dunia. Itu karena kehendak Tuhan adalah agar kita hidup sebagai anak-anak terang. Jika kita memang betul-betul mengakui kedaulatan Allah, kita harus mau tunduk kepada Dia dan melaksanakan firman-Nya untuk menjadi terang dunia, agar nama-Nya dipermuliakan.