“Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, – supaya rencana Allah tentang pemilihan-Nya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilan-Nya” Roma 9: 11

Pernahkah Anda bertemu dengan orang Kristen yang sangat bersemangat dalam mengajarkan teologi pemilihan (predestinasi) dan selalu menekankan bahwa Tuhan sudah menentukan orang yang akan diselamatkan dan orang yang akan dibinasakan dari mulanya? Orang hyper-Calvinis adalah mereka yang meyakini kalau Allah akan menyelamatkan orang-orang pilihan-Nya semata-mata berdasarkan kedaulatan-Nya, dengan sedikit ataupun sama sekali tidak menggunakan metode apapun untuk menjangkau manusia yang lain (apakah melalui penginjilan, khotbah, dan doa). Bertentangan dengan ajaran Alkitab, pandangan ini terlalu menekankan soal kedaulatan Allah, sampai-sampai mengabaikan tanggung jawab manusia terkait pemberitaandan penerimaan Injil.
Tanda yang jelas dari hyper-Calvinis adalah kurangnya hasrat untuk memberitakan Injil kepada mereka yang sama sekali belum mengenal Kristus dan keseganan mengajarkan hidup baik kepada sesama orang Kristen. Kebanyakan gereja atau denominasi yang menyakini teologi hyper-Calvinis ini biasanya akan memiliki ciri-ciri: fatalisme, dingin, dan hampir tidak memiliki kepastian akan imannya. Hampir tidak ada penekanan atas kasih Allah bagi mereka yang masih “tersesat” dan umat-Nya. Sebaliknya, pengajaran mereka dalam gereja mereka hanya seputar soal kedaulatan Allah, keselamatan bagi orang-orang pilihan-Nya, dan murka bagi mereka yang tidak dipilih-Nya. Injil yang diberitakan kelompok hyper-Calvinis kurang lebih hanya mengenai keselamatan bagi orang-orang pilihan-Nya dan kebinasaan bagi mereka yang tidak. Selain itu, mereka sering mentatakan rasa tidak senang kepada ajaran yang menegaskan bahwa setiap umat Kristen harus bertanggungjawab atas hidupnya.
Hyper-Calvinis (aliran Reformed keras) memegang doktrin yang alkitabiah terkait kedaulatan Allah, tapi mereka memahaminya secara ekstrim sampai kemudian menjadi tidak alkitabiah. Mereka telah mengabaikan kasih Allah dan pentingnya melakukan penginjilan. Alkitab dengan jelas menyatakan kalau Allah berdaulat atas alam semesta ini, termasuk keselamatan bagi umat manusia. Walaupun menyatakan kedaulatan Allah, Alkitab juga menyatakan hasrat Allah menyelamatkan manusia terkait kasih-Nya, tetapi juga menegaskan perlunya pertobatan manusia yang berdosa. Sarana untuk menyelamatkan adalah melalui pemberitaan Firman-Nya kepada mereka yang belum mengenal Allah atau belum mau menerima anugerah-Nya (Roma 10:14-15). Alkitab juga menyatakan kalau kita memang memiliki hasrat dan tekad untuk memberitakan Injil kepada dunia; sebagai wakil Kristus, kita harus “memohon” orang-orang agar mau untuk diperdamaikan dengan Allah:
“Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah. Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.” 2 Korintus 5:20-21
Bagi sebagian orang Kristen, kepercayaan atas keselamatan mereka adalah sebuah keyakinan. Tetapi, jika mereka ditanya bagaiman mereka bisa menerima keselamatan, sebagian besar orang Kristen dari golongan apa saja akan menjawab bahwa keselamatan mereka semata-mata karena anugerah Tuhan. Walaupun demikian, ada pertanyaan kapankah Tuhan memutuskan untuk memberi keselamatan kepada mereka. Apakah keselamatan kita sudah ditentukan (predestinasi) sebelum dunia diciptakan atau sesudahnya?
Ada dua pendapat utama mengenai urutan di atas (sebenarnya ada banyak pendapat, tetapi kita hanya membahas dua di antaranya). Supralapsarianisme – supra yang berarti “di atas” atau “sebelum” dan lapsum yang berarti “jatuh”- merupakan pandangan yang berpendapat bahwa ketetapan Tuhan untuk menyelamatkan umat pilihan terjadi sebelum Ia menciptakan dunia dan mengizinkan kejatuhan manusia. Infralapsarianisme, di sisi lain, menegaskan bahwa ketetapan Tuhan untuk menyelamatkan umat pilihan terjadi setelah ketetapan-Nya yang terkait dengan penciptaan dan kejatuhan (infra berarti “di bawah” atau “setelah”).
Pandangan orang hyper-calvinis biasanya bersifat supralapsarian yang menggarisbawahi kedaulatan Tuhan yang tinggi. Apa alasannya? Sebelum si kembar Yakub dan Esau melakukan sesuatu yang baik atau buruk, Tuhan sudah mengasihi Yakub dan membenci Esau (Roma 9:11). Jadi, menurut pandangan supralapsarian, Tuhan pertama-tama pasti bermaksud untuk menetapkan sebagian orang untuk diselamatkan dan sebagian lagi untuk dibinasakan. Kemudian Tuhan memberikan firman-Nya dan menetapkan kejatuhan manusia agar kemuliaan-Nya dalam pemilihan dan penolakan manusia dapat diwujudkan. Sebagai alasan, orang hyper-calvinis menyatakan bahwa Tuhan yang mahakuasa boleh saja berbuat apa yang dimaui-Nya.
Pada pihak yang lain, posisi infralapsarian menyoroti belas kasihan dan kasih Tuhan. Ayat Roma 9:11, menurut pandangan infralapsarian hanyalah sebuah pernyataan tentang beda kasih Tuhan kepada dua orang, dan tidak ada hubungannya dengan keputusan untuk menyelamatkan yang satu dan membinasakan yang lain. Roma 9:14 menggambarkan pemilihan sebagai Allah yang berbelaskasihan kepada siapa Ia akan berbelaskasihan. Jika demikian, ketetapan Allah untuk menyelamatkan haruslah terjadi setelah ketetapan-Nya untuk mengizinkan kejatuhan; jika tidak, bagaimana belas kasihan bisa muncul sebelum kejatuhan?
Sebenarnya, posisi infralapsarianlah yang diajarkan kepada pengikut Calvin (aliran Reformed) seperti yang dinyatakan dalam Canons of Dort. Itu terdiri dari pernyataan doktrin Protestan yang diadopsi oleh Sinode Dort yang bertemu di kota Dordrecht pada tahun 1618-19. Meskipun merupakan sinode nasional dari gereja-gereja Reformasi Belanda, sinode ini bersifat internasional, karena tidak hanya terdiri dari delegasi Belanda tetapi juga 26 delegasi dari delapan negara asing.
Tetapi, sampai sekarang ada sebagian orang Reformed yang sama sekali tidak (mau) mengerti bagaimana menyerasikan prinsip kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusiawi manusia. Mereka ingin menyelamatkan Tuhan dari tindakan “bebas” manusia (seolah-olah Tuhan perlu diselamatkan) sehingga dengan mengorbankan adanya kewajiban dan peranan manusia, mereka hampir secara eksklusif hanya mempertimbangkan kedaulatan Tuhan. Meskipun Alkitab menekankan tanggung jawab manusia dalam tugas mereka terhadap Tuhan, golongan ini mati-matian akan menyangkal hal ini.
Penafsiran Alkitab melalui segi Supralapsarianisme sering menyebabkan kesalahan teologi. Supralapsarianisme menegaskan bahwa ketetapan-Nya dari awal, adalah untuk mengutuk beberapa orang dan menyelamatkan orang lain hanya menurut kehendak-Nya. Padahal, manusia tidak dapat diselamatkan atau dikutuk tanpa kejatuhan. Kaum pendukung Supralapsarianisme mengajarkan bahwa Tuhan menyelamatkan dan menghukum menurut pilihan-Nya dari awalnya, tanpa mempertimbangkan keadaan manusia yang jatuh. Ini berarti meminta pertanggungjawaban makhluk atas dosa yang tidak mereka lakukan, atau yang tidak diperhitungkan kepada mereka. Bagaimana Tuhan bisa mahaadil? Teolog termasyhur R.C. Sproul menulis bahwa ketika manusia menghadap Tuhan untuk diadili, tidak akan ada seorang pun yang bisa mengingkari kesalahan/dosa mereka.
Dalam kenyataannya, pandangan supralapsarian menyebabkan sebagian orang cenderung merasa sudah dipilih untuk ke surga tanpa perlu memikirkan cara hidup mereka, karena ‘nasib’ mereka sudah ditentukan sebelum dunia dijadikan. Ini tentunya sama sekali tidak dapat dibenarkan. Mengapa begitu?
- Manusia tidak dapat menjadi objek pilihan Tuhan tanpa terlebih dahulu menjadi entitas yang nyata. Non-entitas tidak bisa menjadi objek kemarahan atau kasih Tuhan.
- Belas kasihan dan keadilan Tuhan adalah bagian integral dari pilihan dan penolakan Tuhan. Menganggap manusia ditakdirkan, tanpa mempertimbangkan kejatuhan yang dikaitkan dengan mereka, akan menyalahgunakan gagasan tentang keadilan dan belas kasihan Tuhan.
- Semua manusia dapat dianggap ditakdirkan jika pilihan Tuhan terjadi ketika manusia masih berupa non-entitas. Kalau keputusan Tuhan sudah ada sebelum penciptaan, cara hidup manusia (termasuk cara hidup umat Israel) tidaklah perlu dipersoalkan oleh Tuhan.
- Dosa bukanlah akibat kutukan, tetapi kutukan adalah akibat dosa. Tuhan tidak mungkin baik, atau bijak, untuk menghukum manusia tanpa alasan. Tanpa kejatuhan Dia tidak akan melakukan hal itu.
Pagi ini, kita melihat bahwa Tuhan telah mengungkapkan diri-Nya dan karya-karya-Nya kepada kita dan membawa kita ke dalam dua pengertian yang berbeda. Satu pengertian menunjukkan kepada kita Tuhan dari sudut pandang ketetapan-ketetapan-Nya. Yang lainnya adalah perspektif tindakan dan keinginan Tuhan dalam aktivitas alam manusia. Menolak yang satu dengan mengorbankan yang lain bisa membuat kita jatuh ke pandangan ekstrem. Sebagaimana penginjil Reformed terkenal yang bernama Charles Spurgeon (1834-1892) pernah berkata: “Tidak seorang pun akan mendapatkan pandangan yang benar tentang Injil sampai dia tahu bagaimana melihat dua garis sekaligus.” Sebuah kebenaran yang akan kita lihat ketika kita berjumpa dengan Tuhan. Sementara kita hidup di dunia, kita harus menerima kenyataan bahwa Tuhan 100% berdaulat atas apa pun yang sudah dan akan terjadi, dan manusia 100% harus bertanggungjawab kepada Tuhan atas hidup dan perbuatan mereka seperti apa yang terjadi pada Adam dan Hawa.