Kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata: ”Bangunlah, hai Petrus, sembelihlah dan makanlah!” Tetapi Petrus menjawab: ”Tidak, Tuhan, tidak, sebab aku belum pernah makan sesuatu yang haram dan yang tidak tahir.” Kedengaran pula untuk kedua kalinya suara yang berkata kepadanya: ”Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram.” Hal ini terjadi sampai tiga kali dan segera sesudah itu terangkatlah benda itu ke langit. Kisah Para Rasul 10: 13-16

Pada waktu itu Tuhan membuka mata gereja untuk menyambut orang bukan Yahudi sebagai umat-Nya. Petrus yang sedang lapar mendapat penglihatan: sehelai kain besar diturunkan penuh dengan binatang yang dianggap najis oleh orang Yahudi. Petrus kemudian mendengar suara yang menyuruhnya untuk membunuh dan makan binatang-binatang itu. Petrus kemudian menjawab, “Tidak, Tuhan!” Ini diulang tiga kali sebelum penglihatan berakhir.
Kisah ini adalah satu-satunya di mana Alkitab terasa bertentangan dengan pesannya sendiri karena umat-Nya tidak dapat memanggil “Tuhan, Tuhan”, dan kemudian mengatakan tidak kepada-Nya. Ketaatan tampaknya merupakan landasan iman Kristen sejati. Seorang pelayan tidak mempertanyakan maksud tuannya; tanah liat tidak menginstruksikan pembuat tembikar. Hal menolak kehendak Tuhan malahan sudah menjadi isu yang besar, yang ditolak mentah-mentah oleh mereka yang menganut faham Reformed yang keras. Apakah orang Kristen bisa punya pilihan di hadapan Tuhan? Apakah orang bukan Kristen bisa menolak kehendak Tuhan untuk diselamatkan?
Saya baru-baru ini membaca hal tentang seseorang pria Kristen yang berada dalam situasi yang sulit. Dia menikah tetapi berpisah dengan istrinya. Tidak ada perselingkuhan di antara kedua orang tersebut, tetapi hubungan mereka jelas tidak sehat. Ada ketidakserasian. Sang istri sebenarnya menunjukkan tanda-tanda bersedia untuk menyelesaikannya, tetapi dia takut untuk kembali ke hubungan semula. Dia sangat ingin mengatakan “tidak” kepada Tuhan, tetapi dia adalah seorang Kristen. Dia merasa seakan sudah makan buah simalakama.
Sebagai orang percaya, Anda mungkin bertanya-tanya mengapa ada orang yang meragukan dan menolak kehendakTuhan. Dia selalu baik. Dia tahu apa yang terbaik. Mengikuti Dia akan selalu menjadi keputusan terbaik dalam hidup. Saya dengan sepenuh hati setuju dengan alasan ini, tetapi terkadang pimpinan-Nya berbeda dengan arah yang Anda tuju. Mungkin Dia akan meminta Anda untuk meninggalkan pekerjaan Anda yang bergaji tinggi untuk suatu petualangan yang tidak diketahui bersama-Nya. Dia mungkin meminta Anda untuk berdamai dengan seseorang yang telah banyak menyakiti Anda. Terkadang Dia meminta Anda untuk pergi ke dalam badai di mana Anda pikir Anda akan mati. Tidaklah mudah untuk menjawab dengan “ya”. Tetapi, masalah yang paling besar adalah bagaimana Anda tahu apa kehendak Tuhan bagi Anda? Kehendak Tuhan yang lebih mudah kita tanggap adalah apa yang ada dalam Alkitab. Itulah yang harus kita prioritaskan, dan bukan kehendak-Nya yang belum dinyatakan.
Bagaimana jika kita tidak melakukan apa yang Dia minta? Musa sering disebut sebagai sahabat Allah (Keluaran 33:11), tetapi ‘teman Allah’ ini terang-terangan mengatakan “tidak” kepada-Nya. Tuhan menampakkan diri kepada Musa di semak yang terbakar, dan mereka berdialog panjang. Pada akhirnya, Musa tidak mau pergi karena dia takut berbicara di depan umum. Setidaknya dua kali, Musa menolak perintah Tuhan. Akhirnya, Tuhan “mengalah dan membuat kompromi” untuk memungkinkan Harun menjadi juru bicara Musa (Keluaran 4:13-16).
Benarkah Allah menyesuaikan kehendak-Nya dengan kehendak manusia? Jika demikian, bukankah manusia bisa merubah atau membatalkan rencana Allah? Masalahnya disini, tahukah kita apa yang sudah direncanakan Allah? Bukankah Dia tahu apa yang akan kita lakukan sejak mulanya dan membuat rencana-Nya berdasarkan apa yang akan terjadi? Kita tidak tahu jalan pikiran dan cara bekerja Allah, tetapi harus mengerti bahwa sekalipun manusia bisa mereka-rekakan apa yang jahat, tetapi Allah tetap bisa mencapai rencana-Nya. Manusia bisa membuat keputusan secara bebas, sekalipun itu tidak akan bisa berhasil jika tidak sesuai dengan rencana-Nya.
Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar. Kejadian 50:20
Bisakah kita mengatakan tidak kepada Tuhan? Jelas, itu bisa dan itu normal karena manusia adalah gambar Tuhan. Tetapi, apa yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya pasti tidak akan terjadi. Kita harus bertanggung jawab atas apa yang kita lakukan atau yang kita pilih, jika itu tidak sesuai dengan kehendak-Nya. Juga bersedia menerima akibatnya, karena apa yang ditabur manusia adalah apa yang akan dituainya (Galatia 6: 7).
Pertanyaannya dengan demikian, bukanlah apakah menolak kehendak-Nya adalah hal yang bisa dilakukan. Pertanyaan yang lebih penting adalah apakah Tuhan kemudian akan menolak kita karena kita menolak Dia. Maksud saya, jika kita mengatakan “tidak” kepada-Nya, kepada uluran tangan-Nya, apakah Dia akan tetap mengasihi kita? Apakah saya masih bisa dipakai oleh-Nya di bidang lain? Bisakah saya tetap memiliki hubungan dengan-Nya jika saya menolak salah satu permintaan-Nya? Tuhan bukanlah Tuhan yang mahakuasa jika Ia mundur karena kita menolak-Nya. Ia bisa memakai jalan apa saja untuk mewujudkan rencana-Nya, sekalipun kita mungkin akan mendapat pelajaran pahit dari hal ini.
..karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak.” Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya? Ibrani 12: 6-7
Dari sudut lain, kita tidak boleh lupa bahwa Tuhan adalah mahakasih. Bagi umat-Nya, apa yang Tuhan lebih inginkan adalah agar kita tidak menjadi budak tetapi menjadi teman-Nya. Tuhan akan selalu tahu apa yang terbaik untuk kita. Karena itu, Dia akan menunggu kita untuk menerima tawaran-Nya. “Dia sabar terhadap kita, tidak ingin ada yang binasa” (2 Petrus 3:9). “Kemurahan-Nyalah yang menuntun kita kepada pertobatan” (Roma 2:4). Tuhan jauh lebih tertarik pada kesadaran hati kita daripada ketaatan kita yang dipaksakan (Mazmur 51:16-17).
Pagi ini, kita harus menyadari bahwa mengatakan “tidak” kepada Tuhan sepertinya hal yang mustahil bagi orang Kristen dan bukan Kristen. Tapi pandangan ini tidak tepat. Memang, bagi kita yang sudah percaya akan kasih-Nya, terkadang lebih mudah untuk mematikan hati kita dalam ketaatan, daripada bergumul dengan Tuhan tentang hal-hal yang tidak ingin kita lakukan. Pada pihak yang lain, Tuhan lebih memilih pergumulan iman daripada kematian iman, karena pergulatan justru bisa membina hubungan yang erat di masa depan. Kita harus sadar bahwa Dia mencintai kita sepenuhnya dan tidak menginginkan perpisahan. Kristus pergi ke kayu salib untuk membawa siapa saja yang bertobat dan percaya kepada Allah (1 Petrus 3:18). Dengan demikian, Kristus juga menyambut siapa saja yang setelah menyadari kesalahannya, kemudian kembali memilih jalan hidup yang benar.
Jika Anda ingin katakan “tidak” kepada Tuhan, beri tahu Dia tentang hal itu. Beri tahu Dia mengapa Anda menolak ajakan-Nya atau tentang apa yang Anda kuatirkan. Apa pun yang Anda lakukan, jangan biarkan itu mematikan atau membekukan hubungan Anda dengan Tuhan. Tuhan mengasihi dan menghendaki adanya komunikasi dan relasi yang baik dengan umat-Nya. Anda bukan diciptakan sebagai boneka, tetapi sebagai manusia yang mempunyai roh dan akal budi, yang bisa bercakap-cakap dengan-Nya. Biarlah Dia mencurahkan kebaikan, kasih dan bimbingan-Nya kepada Anda. Dia mengasihi Anda karena Anda adalah gambar-Nya, dan dengan itu Anda akan bisa mengasihi-Nya dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budi melalui berbagai gelombang kehidupan.