Apakah Anda bersyukur atas anugerah Tuhan?

Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria. Lalu Yesus berkata: ”Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?” Lalu Ia berkata kepada orang itu: ”Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau.” Lukas 17:15-19

Lukas 17:11–19 mencatat tentang sepuluh pria yang menderita penyakit kulit menular, umumnya diterjemahkan sebagai “kusta.” Dalam komunitas Israel, ketika seseorang menemukan ruam atau kelainan kulit, dia harus pergi ke imam untuk diperiksa. Imam kemudian menentukan apakah itu penyakit menular dan apakah orang itu harus dinyatakan najis (Imamat 13:1). Hukum Yahudi melarang siapa pun dengan penyakit seperti itu untuk bergaul dengan masyarakat umum. Mereka harus diasingkan dan hidup sebagai orang buangan sampai mereka mati (Imamat 13:45-46). Hal ini diperlukan agar penyakit menular tidak menjadi wabah. Tapi, bagi mereka yang menderita, itu adalah hukuman seumur hidup.

Yesus telah menyembuhkan beberapa orang yang menderita kusta atau sejenis penyakit kulit menular (Lukas 5:12–14; Markus 1:40–42; Matius 8:2–3; 11:5). Dalam Lukas 17 sepuluh orang yang merupakan bagian dari koloni penderita kusta mendekati Dia bersama-sama, tetapi mereka tetap menjaga jarak, sesuai dengan hukum. Mereka berseru kepada-Nya, “Yesus, Guru, kasihanilah kami!” Tanpa melakukan apapun untuk menyembuhkan mereka, Yesus hanya memberikan instruksi untuk pergi memperlihatkan diri kepada imam. Dan mereka menurut! Mengapa bisa begitu?

Pada saat pengajaran Yesus, orang-orang itu masih penderita kusta. Belum ada perubahan fisik yang terjadi. Tapi, dalam iman, orang-orang itu patuh. Ketika mereka mulai berjalan ke arah imam, mereka sembuh. Yesus selalu menuntut iman dari pihak orang yang meminta kesembuhan. Iman adalah datang dari Tuhan sebab manusia tidak mampu untuk percaya dengan usaha sendiri, tetapi iman hanya bisa diperlihatkan oleh mereka yang sudah beriman. Berkali-kali Dia bertanya kepada mereka yang ingin disembuhkan, “Apakah kamu percaya bahwa Aku dapat melakukan ini?” (misalnya, Matius 9:28; Markus 9:20–24). Dia membutuhkan demonstrasi iman dari pihak penderita kusta dengan meminta mereka pergi, bahkan sebelum Dia menyembuhkan mereka. Tuhan berfirman, manusia meresponi.

Alkitab tidak mencatat seberapa jauh mereka berjalan sebelum disembuhkan. Namun, hanya satu orang yang kembali untuk berterima kasih kepada Yesus atas kesembuhannya. Lukas menyebutkan secara khusus fakta bahwa orang yang kembali itu adalah seorang Samaria, seorang yang dibenci oleh orang Yahudi (Lukas 17:15). Yesus mengungkapkan kekecewaannya karena sembilan orang lainnya tidak berpikir untuk memuji Tuhan atas kesembuhan mereka. Dari sini kita belajar bahwa Tuhan ingin agar kita mengungkapkan rasa terima kasih kita kepada-Nya atas semua yang Dia lakukan dalam hidup kita. Terutama atas anugerah keselamatan-Nya.

Meskipun Yesus tidak membatalkan penyembuhan dari sembilan orang yang tidak berterima kasih kepada-Nya, Dia mencatat kurangnya rasa terima kasih mereka (Lukas 17:18). Karena mereka beriman (diberi iman), kesepuluh orang itu sembuh secara fisik. Namun kata-kata terakhir Yesus kepada orang Samaria yang bersyukur itu menyiratkan bahwa pria ini menerima penyegaran rohani selain pembersihan kulitnya. Setelah orang itu sembuh dari penyakit kusta, Yesus berkata kepadanya, “Bangunlah dan pergilah; imanmu telah menyembuhkanmu” (ayat 19). Jadi, kembalinya pria itu tersungkur di kaki Yesus memberinya keutuhan rohani di samping keutuhan fisik yang telah diterimanya. Seperti itu juga, ketika kita rajin meluangkan waktu untuk mengakui Sang Pemberi dalam hidup kita, dan bukan hanya pemberiannya, kita menyenangkan Tuhan serta menikmati penyegaran rohani yang berasal dari rasa syukur kita yang diterima Tuhan.

Lukas tidak berfokus pada perincian penyembuhan jasmani saja. Tatapannya tertuju pada apa yang terjadi setelah kesepuluh orang itu disembuhkan. Banyak hal yang bisa dipelajari di sini.

Pertama, melaksanakan dengan tepat apa yang Yesus katakan (“Pergilah, tunjukkan dirimu kepada para imam”) secara pikiran adalah benar, tetapi salah menurut suara hati. Begitu mereka melihat bahwa mereka telah disembuhkan, mereka semua seharusnya menyadari bahwa sebelum mereka pergi menemui para imam untuk menggenapi Hukum dan perintah langsung Tuhan kepada mereka, mereka harus kembali kepada-Nya untuk bersyukur kepada-Nya. Itu adalah tanggung jawab pribadi setiap orang. Begitu juga orang Kristen yang legalis dan yang terlalu memusatkan diri pada pikiran teologis sering kehilangan rasa syukur dalam hati kepada Tuhan.

Kedua, seseorang tidak perlu menjadi orang Yahudi untuk melakukan apa yang benar. Memang, dalam hal ini justru orang non-Yahudilah yang melakukan apa yang benar. Sembilan lainnya mungkin semuanya orang Yahudi. Namun tidak satupun dari mereka melakukan hal yang benar. Begitu juga di zaman ini, Tuhan menyelamatkan siapa saja yang dipilih-Nya, bukan hanya anggota gereja tertentu atau orang yang memiliki pengertian teologi tertentu.

Ketiga, Allah memperhatikan semua orang, Yahudi dan bukan Yahudi, baik yang lemah maupun yang sehat. Begitu juga, Tuhan mengasihi segala bangsa. Yesus tidak memandang rendah siapa pun, dan kita seharusnya juga begitu. Tidak menganggap bahwa Tuhan lebih mengasihi orang dan golongan tertentu.

Keempat, Tuhan memberi sepuluh orang kesempatan untuk melakukan hal yang benar. Alasan sembilan orang gagal bukan karena mereka bukan orang pilihan. Mereka adalah orang-orang pilihan. Mereka gagal karena hati mereka tidak benar. Orang Samaria benar-benar berbahagia bukan karena dia orang istimewa (dia bukan orang Yahudi), tetapi karena hatinya benar. Begitu juga, di zaman ini hanya sedikit orang yang memiliki hati yang bersyukur kepada Tuhan dan berusaha untuk hidup baik. Tidak mengherankan bahwa banyak orang Kristen yang masih bergumul dengan kesangsian atas kasih Tuhan.

Kelima, Tuhan benar-benar menyembuhkan sepuluh orang, bahkan sembilan orang yang tidak kembali. Tuhan tidak mencabut kesembuhan kesembilan orang itu karena kegagalan mereka mengucap syukur. Begitu juga jika Tuhan sudah memilih umat-Nya, Ia tidak akan membatalkan rencana keselamatan-Nya. Tetapi mereka yang tidak berusaha hidup baik akan mengalami hubungan yang tidak erat dengan Tuhan yang mahakasih.

Keenam, sembilan orang melewatkan berkat yang Tuhan berikan secara implisit kepada orang yang kembali untuk mengucap syukur. Begitu juga, orang Kristen yang tidak mau mengingat kasih Tuhan dengan beryukur dalam hidupnya, tidak akan dapat mengalami kesegaran rohani dalam hidupnya.

Ketujuh, alasan kesepuluh orang itu disembuhkan adalah karena kesepuluh dari mereka percaya bahwa Yesus dapat menyembuhkan mereka jika Dia mau. Tuhan memberi tahu orang yang kembali, “Bangunlah, pergilah. Imanmu telah menyembuhkanmu” (ayat 19). Perlu diperhatikan bahwa kata “telah membuatmu sembuh” juga bisa diterjemahkan “telah menyelamatkanmu”. Jika ayat 19 berarti bahwa satu orang yang disembuhkan telah dilahirkan kembali, itu tidak berarti sembilan lainnya tidak. Kesepuluh orang itu beriman bahwa Yesus dapat menyembuhkan mereka. Oleh karena itu kesepuluhnya disembuhkan (atau diselamatkan). Tidak ada ajaran dalam Kitab Suci yang menyatakan bahwa kita membuktikan kelahiran kembali kita melalui perbuatan kita. Tetapi dari sepuluh orang itu, hanya satu yang mengalami kebahagiaan terrbesar dalam hidupnya, dan karena itu bisa bersyukur. Ia mengalami hidup baru dalam Kristus.

Hari ini, apakah Anda bersyukur atas kehidupan fisik? Keluarga yang baik? Makanan setiap hari? Tempat tinggal? Kesehatan? Pakaian? Mobil Anda? Negara Anda? Kota Anda? Gereja Anda? Karunia dan kemampuan Anda? Lalu bagaimana dengan karunia keselamatan yang sedah Anda terima? Apakah Anda memberi tahu Tuhan secara teratur bahwa Anda bersyukur atasnya? Apakah Anda berusaha hidup baik karena rasa syukur yang besar atas kasih-Nya?

Saya harus mengakui bahwa saya tidak selalu setia dalam bersyukur. Tetapi ayat di atas mengingatkan kita untuk melakukannya dan mengajarkan hal itu kepada umat Kristen dari segala bangsa. Hidup baik, berbuat baik, untuk kemuliaan-Nya. Bukan untuk memperoleh karunia kesembuhan dari hukuman dosa, karena kita sudah disembuhkan.

Hidup baik belum tentu tanda bahwa seseorang sudah diselamatkan. Tetapi hidup baik bagi kita adalah rasa syukur yang bisa membawa orang lain ke arah pengenalan akan kasih Yesus. Hidup baik adalah sebuah cara penginjilan yang diperintahkan Tuhan. Apakah itu terlalu berat untuk dijalankan?

“Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.” Matius 5:16

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s