“Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya.” Amsal 16: 9
Ayat di atas adalah ayat yang terkenal dan sering dipakai untuk menjelaskan bahwa Tuhan yang menentukan perjalanan hidup manusia. Tetapi, ayat ini juga sering diperdebatkan umat Kristen karena pengertian yang berbeda mengenai sampai batas apa Tuhan menentukan apa yang terjadi dalam hidup manusia. Bagi sebagian orang Kristen, Tuhan menentukan segala apa yang terjadi dalam hidup manusia, sampai hal yang sekecil-kecilnya. Bagi kelompok lain, Tuhan menentukan poin-poin penting dalam rencana-Nya, tetapi di antara poin-poin itu manusia memiliki kebebasan untuk bertindak dan mengambil keputusan. Sekalipun ada perbedaan antara dua pandangan itu, satu yang pasti dan disetujui keduanya adalah bahwa apa yang direncanakan Tuhan pasti terjadi.
Satu hal yang menjadi keberatan atas pendapat yang pertama bagi orang yang kurang mengerti adalah adanya kemungkinan bahwa Tuhan adalah penyebab manusia jatuh dalam dosa, karena dengan kejatuhan manusia rencana-Nya untuk mengirim Anak-Nya sebagai Juruselamat akhirnya tercapai. Pada pihak yang lain, keberatan atas pendapat yang kedua adalah kemungkinan bahwa Tuhan tidak benar-benar berdaulat atas segala sesuatu, dan ini bisa menyebabkan bahwa ada tindakan manusia yang tidak dikontrol-Nya akhirnya bisa membatalkan rencana-Nya. Bukankah Tuhan yang berdaulat menentukan bukan hanya hasil akhir, tetapi juga jalan atau prosesnya?
Untuk dapat menyelami bagaimana kedaulatan Tuhan harus dimengerti oleh umat Kristen, baiklah kita mempelajari Pengakuan Iman Westminster yang merupakan sebuah pernyataan iman yang lahir pada abad ke-17. Pengakuan Iman Westminster menyatakan bahwa Alkitab merupakan otoritas tunggal dalam kepercayaan Kristen. Pengakuan Westminster bab 3 pasal1 menyatakan bahwa Tuhan sejak kekekalan, dengan keputusan yang paling bijaksana dan suci atas kehendak-Nya sendiri, dengan bebas dan tidak dapat diubah menetapkan apa pun yang terjadi.
Jika tindakan jahat manusia mendapat tempat dalam rencana Tuhan, dan jika tindakan itu ditetapkan sebelumnya oleh Tuhan, apakah manusia bertanggung jawab atasnya, dan bukankah Tuhan pencipta dosa? Dalam hal ini, Pengakuan Iman Westmister menjelaskan:
Tuhan sebagai penyebab pertama akan adanya segala sesuatu, tetapi Ia bukanlah pencipta dosa,
Tuhan tidak melakukan kekerasan untuk menghilangkan kehendak manusia,
Tuhan tidak mengambil kebebasan atau perlunya manusia, melainkan menegakkannya.
Poin pertama menyatakan bahwa sekalipun Tuhan adalah penyebab pertama yang memungkinkan terjadinya semua hal dalam alam semesta, Tuhan bukanlah pencipta dosa. Tuhan selesai menciptakan bumi dan alam semesta dalam tujuh hari seperti yang ditulis dalam kitab Kejadian, tetapi tidak ada satu ayat pun yang menyatakan bahwa Tuhan menciptakan sesuatu yang sangat jelek, yang dinamakan dosa. Segala yang diciptakan Tuhan adalah baik adanya.
Dosa bukanlah sesuatu yang diciptakan, melainkan suatu keadaan dimana manusia tidak dapat memenuhi standar kebenaran Allah. Ketika Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, itu bukan Tuhan yang membuatnya. Dalam hali ini, poin kedua dari Pengakuan Westminster menyatakan bahwa Tuhan tidak memaksakan kehendak-Nya (agar Adam dan Hawa tidak memakan buah terlarang), tetapi Ia tidak menghilangkan kehendak Adam dan Hawa untuk melanggar fiman Allah. Dengan demikian, manusia bertanggung jawab atas perbuatan jahatnya.
Orang yang bertanggung jawab atas tindakan jahatnya dibuat begitu jelas dari awal Alkitab sampai akhir sehingga sangat tidak berguna untuk mengutip teks untuk membuktikan adanya dosa individu. Tetapi sama jelasnya di dalam Alkitab bahwa Allah bukanlah pencipta dosa. Itu jelas dari natur dosa, sebagai pemberontakan terhadap hukum suci Allah. Itu juga diajarkan secara tegas dalam Alkitab.
“Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: ”Pencobaan ini datang dari Allah!” Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapa pun. Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya.” Yakobus 1:13–14
Adalah mudah bagi Allah untuk menghilangkan kemungkinan bagi manusia untuk berbuat dosa dari awalnya. Tetapi, point ke tiga dari Pengakuan Iman Westmister menjelaskan bahwa Allah tidak mengambil kebebasan manusia atau menhilangkan perlunya peranan manusia di antara ciptaan-Nya, melainkan menegakkannya. Tuhan sudah menciptakan seisi alam semesta dengan manusia menurut gambar-Nya, dan Tuhan tidak akan mengambil kebebasan yang sudah diberikan-Nya kepada manusia.
Sampai di sini, kita tahu bahwa Tuhan yang mempunyai rencana, telah menetapkan sebelumnya apa pun yang terjadi. Perbuatan berdosa dari manusia berdosa adalah hal-hal yang terjadi. Namun kita harus menolak jika Tuhan dianggap sebagai penulis dosa karena adanya kehendak manusia yang ditegakkan Tuhan, yang menempatkan tanggung jawab dosa pada manusia.
Bagaimana mungkin kita bisa mengerti hal ini? Apakah kita tidak melibatkan diri kita dalam kontradiksi besar tanpa harapan?Jawabannya ditemukan dalam fakta bahwa meskipun Tuhan menetapkan sebelumnya apa pun yang akan terjadi, Dia menyebabkan terjadinya hal-hal itu dengan cara yang sangat berbeda. Dia tidak menyebabkan terjadinya tindakan pribadi manusia dengan cara yang sama seperti cara Dia menciptakan benda, makhluk hidup dan peristiwa di dunia fisik. Tetapi di dalam Dia, dan hanya dengan seizin-Nya, segala hal bisa terjadi.
Itu benar bahkan untuk perbuatan baik manusia. Ketika Tuhan membuat manusia melakukan hal-hal tertentu dengan pengaruh Roh Kudus-Nya yang murah hati, Dia tidak memperlakukan mereka seperti tongkat atau batu, tetapi memperlakukan mereka seperti manusia. Dia tidak menyebabkan mereka melakukan hal-hal yang bertentangan dengan keinginan mereka, tetapi Dia mengarahkan kehendak mereka, dan kebebasan mereka sebagai pribadi sepenuhnya dipertahankan ketika mereka melakukan tindakan tersebut. Tindakan yang dilakukan adalah tetap tindakan mereka, meskipun mereka dipimpin untuk melakukannya oleh Roh Allah.
Ketika Tuhan menyebabkan terjadinya tindakan jahat manusia, Dia melakukannya dengan cara yang berbeda. Dia tidak menggoda manusia untuk berbuat dosa; dia tidak mempengaruhi mereka untuk berbuat dosa. Tetapi Ia menyebabkan terjadinya perbuatan-perbuatan itu melalui pilihan-pilihan yang bebas dan bertanggung jawab dari manusia secara pribadi. Dia telah menciptakan makhluk-makhluk itu dengan karunia kebebasan memilih. Hal-hal yang mereka lakukan dalam menjalankan karunia itu adalah tindakan mereka. Mereka tidak akan mengejutkan Tuhan dengan perbuatan mereka karena perbuatan mereka adalah bagian dari rencana kekal-Nya; namun dalam melakukannya mereka, dan bukan Allah yang kudus, yang bertanggung jawab.
Bagaimana pendapat Anda? Apakah sulit menyelaraskan kehendak bebas nanusia dengan kepastian tindakan mereka sebagai bagian dari tujuan kekal Tuhan? Ini sebenarnya bukan masalahnya. Masalah yang sebenarnya adalah kesulitan untuk melihat bagaimana Allah yang baik dan mahakuasa dapat membiarkan dosa memasuki dunia yang telah Ia ciptakan. Bagaimana mungkin Tuhan yang suci, jika Dia mahakuasa, mengizinkan keberadaan dosa? Apa yang harus kita lakukan untuk menjawab pertanyaan ini? Dalam keterbatasan kita, kita harus mengaku bahwa itu tidak dapat kita dipecahkan.
Apakah begitu mengecewakan bahwa ada beberapa hal yang tidak kita ketahui? Iman adalah percaya akan hal-hal yang tidak kita mengerti. Tuhan telah memberi tahu kita banyak hal. Dia telah memberi tahu kita banyak pengertian bahkan tentang dosa. Dia telah memberi tahu kita bagaimana dengan harga yang tak terhingga, dengan pemberian Putra-Nya, Dia telah menyediakan jalan keluar untuk lepas dari hukuman. Apakah mengecewakan bahwa Tuhan belum memberi tahu kita semua rahasia dalam kebesaran-Nya?
Bagaimana pun, kita hanyalah makhluk yang terbatas. Kita tidak perlu heran bahwa ada beberapa misteri yang telah disembunyikan Tuhan dalam kebaikan dan kebijaksanaan-Nya yang tak terbatas dari mata kita. Apakah mengherankan bahwa Dia meminta agar kita puas untuk tidak mengetahuinya tetapi hanya mempercayai Dia yang mengetahui segalanya? Hari ini, sebagai manusia kita harus sadar bahwa Tuhan sudah menentukan tujuan kehidupan kita. Kita diberi-Nya kebebasan untuk menjalani hidup kita, tetapi dalam batasan yang telah ditentukan-Nya melalui firman-Nya. Adalah lebih penting bagi kita untuk menggunakan kebebasan yang sudah kita terima dari Tuhan untuk mempersembahkan hidup kita kepada Dia.
“Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Berdasarkan kasih karunia yang dianugerahkan kepadaku, aku berkata kepada setiap orang di antara kamu: Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing.” Roma 12: 3