Di mana ada kemauan, di situ ada jalan

“Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?” Lukas 18: 7

Bacaan: Lukas 18: 1-8, Markus 14: 66-72, Yohanes 21: 1- 19

Ketika Yesus diadili menjelang saat penyalibannya, Petrus secara diam-diam menyelinap di halaman. Lalu datanglah seorang hamba perempuan Imam Besar, dan ketika perempuan itu melihat Petrus sedang berdiang, ia menatap mukanya dan berkata: “Engkau juga selalu bersama-sama dengan Yesus, orang Nazaret itu.” Tetapi Petrus menyangkalnya dan berkata: “Aku tidak tahu dan tidak mengerti apa yang engkau maksud.” Pada saat itu terdengarlah suara kokok ayam. Ketika hamba perempuan itu melihat Petrus lagi, berkatalah ia pula kepada orang-orang yang ada di situ: “Orang ini adalah salah seorang dari mereka. Tetapi Petrus menyangkalnya pula. Tidak lama kemudian orang-orang yang ada di situ berkata juga kepada Petrus: “Engkau ini pasti salah seorang dari mereka, apalagi engkau seorang Galilea!” Maka Petrus bersumpah: “Aku tidak kenal orang yang kamu sebut-sebut ini!” Dan pada saat itu berkokoklah ayam untuk kedua kalinya. Maka teringatlah Petrus, bahwa Yesus telah berkata kepadanya: “Sebelum ayam berkokok dua kali, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.” Lalu menangislah ia tersedu-sedu (Markus 14: 66-72). Petrus sudah berusaha keras untuk mengasihi dan setia kepada Yesus, tetapi jalan terlihat buntu baginya.

Tentunya Anda masih ingat akan peribahasa “Di Mana Ada Kemauan, Di Situ Ada Jalan”. Pepatah ini sangat terkenal, tetapi di zaman ini sering disalah gunakan. Bagi masyarakat umum yang ingin mendapatkan sesuatu yang baik dan halal, rasanya pepatah ini sangat sulit diyakini; tetapi bagi yang biasa berbuat jahat, menipu, dan melawan hukum, peribahasa ini rasanya cocok sekali. Bagaimana makna peribahasa ini untuk Petrus dan orang Kristen seperti kita? Kelihatannya Petrus dengan sangat mudah menghindari risiko ditangkap dengan cara berbohong. Ada kemauan ada jalan? Ya, dan memang untuk berbuat jahat, kemauan yang kecil saja sudah cukup untuk membuahkan hasil yang diharapkan.

Sebenarnya ada banyak ayat Alkitab mendorong ketekunan dan tekad, tetapi itu dalam konteks keterlibatan Tuhan dalam situasi tersebut. Kita harus tetap teguh dalam iman atau doa dalam mengejar tujuan yang diberikan Tuhan kepada kita – dan bukannya hanya mengandalkan kekuatan, atau usaha diri sendiri. Ini ada kaitannya dengan istilah “kehendak bebas” yang sering didiskusikan umat Kristen. Pada hakikatnya ada beberapa hal yang bertalian dengan kehendak dan tekad manusia:

  • manusia bebas untuk memilih,
  • manusia seharusnya memilih apa yang dikehendaki Tuhan,
  • karena adanya dosa, manusia tidak akan memilih apa yang baik tetapi apa yang jahat, nikmat, atau mudah,
  • manusia tidak akan mengerti apa kehendak Tuhan jika Tuhan tidak mencelikkan mata rohaninya,
  • Tuhan tidak memaksa manusia untuk memilih apa yang dikehendaki-Nya,
  • manusia bertanggung jawab atas pilihannya, dan
  • hanya Tuhan yang memungkinkan terjadimya apa yang dipilih.

Manakah ayat Alkitab yang mendukung peribahasa di atas dalam hal bertekad untuk mendapatkan apa yang baik? Salah satu perikop yang cocok adalah kisah Yesus tentang janda yang gigih menuntut haknya dan hakim yang tidak benar (Lukas 18:1-8). Meskipun hakim biasanya tidak mengizinkan siapa pun untuk memberi tahu dia apa yang harus dilakukan, dia mengabulkan permintaan janda itu supaya dia bebas dari gangguan terus-menerus. Yesus berkata bahwa, bahkan jika orang jahat seperti itu dapat dipengaruhi oleh keuletan manusia, maka Allah yang pengasih akan lebih rela dan cepat membantu mereka yang memintanya. Ini tentunya bergantung sepenuhnya kepada kehendak Allah sendiri.

Dalam perumpamaan tentang janda yang gigih itu, orang miskin yang tidak berdaya (janda) terus meminta orang yang korup dan berkuasa (hakim) untuk menegakkan keadilan baginya. Perumpamaan tersebut mengasumsikan ajaran Yohanes Pembaptis bahwa orang yang memegang posisi kekuasaan dan kepemimpinan diwajibkan untuk bekerja dengan adil, terutama atas nama orang miskin dan lemah. Tetapi Yesus memfokuskan perumpamaan itu pada poin yang berbeda, bahwa kita “selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu” (Lukas 18:1).

Yesus mengidentifikasi para pendengar – kita – dengan wanita itu, dan oknum yang berkuasa – Tuhan – dengan hakim yang korup, kombinasi yang aneh. Tentunya Yesus tidak bermaksud bahwa Allah itu seperti hakim yang jahat karena inti perumpamaan itu adalah bahwa jika kegigihan akan terbayar oleh manusia yang rusak dengan kekuatan yang terbatas, berapa banyak lagi yang akan terbayar oleh Tuhan yang adil dengan kekuatan yang tidak terbatas.

Tujuan dari perumpamaan ini adalah untuk mendorong orang Kristen untuk bertekun dalam iman mereka melawan segala rintangan dan godaan. Tapi itu juga memiliki dua aplikasi untuk umat Kristen. Tugas seorang beriman adalah bekerja menuju apa yang baik di setiap saat. Kita memang tidak bisa memperbaiki setiap kesalahan di dunia yang bisa menghalangi kita. Namun kita tidak boleh putus asa, dan tidak pernah berhenti bekerja untuk kebaikan yang lebih besar di tengah sistem yang tidak sempurna di mana pekerjaan kita terjadi. Kita tidak boleh hanya berserah kepada Tuhan dan mengharapkan Dia untuk mengadakan intervensi secara ajaib dan langsung dalam setiap peristiwa. Setiap manusia sudah ditetapkan untuk bekerja dengan gigih dalam hidupnya.

Poin kedua adalah bahwa hanya Tuhan yang dapat mewujudkan keadilan di dunia yang rusak. Itu sebabnya kita harus berdoa dan tidak menyerah dalam hidup dan pekerjaan kita, sekalipun “pasrah” mungkin dianggap sebagian orang sebagai sebuah tanda ketaatan kepada kehendak Tuhan. Sampai sekarang Tuhan tetap bekerja menegakkan keadilan-Nya di dunia yang rusak, sama seperti Tuhan dapat memberikan kesembuhan yang ajaib di dunia yang sakit. Tentu kita masih ingat bagaimana tembok Berlin terbuka, rezim apartheid runtuh, dan perdamaian terjadi di berbagai tempat. Semua itu terjadi melalui perjuangan manusia yang gigih dan tujuan manusia yang disetujui. Pada pihak yang lain, Alkitab juga menunjukkan bahwa, jika Tuhan tidak terlibat atau menyetujui suatu usaha, tidak ada upaya manusia yang akan membuatnya berhasil (Mazmur 127:1-2).

Petrus yang menyangkali Yesus tiga kali, kemudian bertemu dengan Yesus yang sudah bangkit di pantai danau Tiberias (Yohanes 21: 1- 19). Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: ”Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?” Jawab Petrus kepada-Nya: ”Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: ”Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: ”Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Jawab Petrus kepada-Nya: ”Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: ”Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: ”Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: ”Apakah engkau mengasihi Aku?” Dan ia berkata kepada-Nya: ”Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: ”Gembalakanlah domba-domba-Ku. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki.” Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: ”Ikutlah Aku.”

Bagaimana Petrus yang pengecut kemudian menjadi rasul yang berani mati? Petrus mempunyai kemauan tetapi kemauan saja tidak cukup untuk membuatnya menjadi orang yang setia kepada Yesus. Ia mengalami pengalaman pahit dengan usahanya untuk mengasihi Yesus. Ia gagal untuk memuliakan Yesus dengan penyangkalannya. Tetapi, kebangkitan Yesus membuat ia sadar bahwa jika ia mau berusaha dengan tulus hati dan mau menurut kehendak Tuhan, ia akan berhasil. Tiga kali Yesus bertanya apakah Petrus mengasihi Dia, dan tiga kali Petrus menjawab dengan “ya”. Dengan itu, Yesus menyuruhnya untuk menggembalakan domba-domba-Nya. Ketekunan Petrus pada akhirnya berjumpa dengan belas kasihan Yesus yang memberi Petrus keberanian untuk masa depan, sekalipun ia harus mati sebagai seorang martir demi kemuliaan Tuhan.

Hari Jumat ini adalah hari kematian Yesus. Jika kita melihat penderitaan Kristus di saat itu, mungkin kita bisa hilang harapan seperti Petrus karena kita sudah berkali-kali gagal untuk hidup sebagai umat-Nya yang setia. Tetapi kita sekarang tahu bahwa Yesus bangkit pada hari yang ketiga, dan dengan itu terbukti bahwa Ia adalah Anak Allah yang sanggup untuk memberi kita bimbingan dan pertolongan bagi kita, jika kita mau mengikut Dia dengan kesungguhan dan tekad yang besar. Tuhan sendiri akan melihat tekad kita untuk berjuang menjadi umat-Nya yang setia, dan Ia akan mendengar doa-doa kita dan mau menjadikan kita umat-Nya yang bisa hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Di mana ada kemauan, di situ ada jalan.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s