Yesus bangkit untuk membangkitkan kita dari kematian rohani

“Dan jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan, jika kamu benar-benar telah mengecap kebaikan Tuhan.” 1 Petrus 2: 2-3

Hari ini hari Paskah, hari kebangkitan Kristus. Kebangkitan Kristus adalah kunci iman kita, karena jika Ia tidak dibangkitkan semua apa yang kita percaya dan harapkan akan menjadi sia-sia (1 Korintus 15: 17). Jika Yesus tidak bangkit, kita akan tetap hidup dalam dosa karena tidak ada yang dapat membasuhnya. Karena Yesus bangkit, kita akan dibangkitkan juga. Karena kita benar-benar sudah mengecap kebaikan Tuhan, kita beroleh keselamatan.

Seperi bunyi ayat di atas, walaupun keselamatan adalah satu hal utama dalam iman, sebagian besar orang Kristen tentunya juga mengharapkan bahwa mereka akan dapat menempuh hidup baru yang memuliakan Tuhan. Mereka ingin bertumbuh dalam iman, berbahagia dalam Tuhan, dan berbuah-buah dalam hidup mereka sebab itu adalah yang dihendaki Tuhan. Sayang sekali, tidak semua orang Kristen mempunyai keinginan yang sama. Mengapa begitu?

Ancaman besar terhadap keselamatan dan pertumbuhan kita menuju keselamatan adalah apa yang disebut fatalisme rohani—kepercayaan atau perasaan bahwa hanya ini yang pernah saya alami tentang Allah— tingkat intensitas spiritual yang saya miliki sekarang adalah satu-satunya yang dapat saya miliki sesuai dengan kehendak Tuhan. Orang lain mungkin memiliki hasrat yang kuat akan Tuhan dan mungkin memiliki pengalaman yang mendalam tentang kebahagiaan pribadi di dalam Tuhan, tetapi saya tidak akan pernah memilikinya karena … yah, hanya karena Tuhan sudah menentukan ukuran iman saya.

Fatalisme spiritual ini adalah perasaan bahwa kekuatan genetik, kekuatan keluarga, kekuatan budaya, kekuatan pengalaman masa lalu, dan keadaan sekarang terlalu kuat untuk memungkinkan saya untuk berubah dan menjadi lebih bersemangat untuk Tuhan (Titus 2:14), atau lebih bersemangat (Roma 12:12), atau lebih bergembira di dalam Allah (Mazmur 37:4), atau lebih lapar akan persekutuan dengan Kristus (Yohanes 6:35), atau lebih betah dengan hal-hal rohani (Roma 8:5), lebih berani (2 Timotius 1:7), atau lebih bertekun dan bersukacita (Roma 12:12), atau penuh harapan (1 Petrus 1:13).

Fatalisme spiritual adalah kejadia tragis di dalam gereja, dan sering dikhotbahkan oleh sebagian pendeta. Dengan kedok ketundukan kepada kedaulatan Tuhan, pesan-pesan mereka membuat jemaat terjebak. Itu menghilangkan harapan dan impian akan perubahan dan pertumbuhan. Itu menekan kebahagiaan hidup, yang merupakan bagian pertumbuhan iman. Ini seperti mengatakan kepada seorang gadis kecil yang merasa kikuk karena merasa tubuhnya tidak proporsional: begitulah dirimu, dan kamu akan selalu seperti itu, padahal sebenarnya dia ditakdirkan untuk tumbuh dan berubah. Adalah sangat tragis untuk meyakinkannya tentang semacam fatalisme fisik—bahwa pertumbuhannya terhenti tepat di usia 13 tahun. Dalam hal ini, fatalisme spiritual adalah jauh lebih buruk. Itu karena hal-hal yang lebih besar sedang dipertaruhkan, yaitu selama di dunia kita mungkin akan tidak pernah mencapai titik di mana kita telah sampai pada kedewasaan iman seperti yang kita alami pada tubuh fisik kita. Itu adalah karena kesalahan kita sendiri, yang tidak dapat mengerti adanya kedaulatan Tuhan dan tanggung jawanb manusia.

Dalam ayat di atas Tuhan memerintahkan kita untuk tidak menjadi fatalis secara rohani. Petrus berkata dalam ayat 2: “Dan jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohan.” Kata yang sangat penting di sini adalah “selalu ingin” —ini adalah perintah untuk menginginkan. Artinya adalah jika Anda merasa mandek karena Anda tidak memiliki hasrat spiritual yang seharusnya, teks ini mengatakan, Anda tidak boleh mandek! Dikatakan, “Jadilah seperti bayi!—Dapatkan keinginan yang belum Anda miliki.” Jika Anda saat ini tidak menginginkan susu Firman, mulailah menginginkannya! Ini adalah tanggung jawab Anda.

Bukankah itu luar biasa? Perintah Tuhan untuk menginginkan! Perintah untuk merasakan kerinduan yang tidak kita rasakan. Perintah untuk merasakan keinginan yang tidak kita miliki. Adakah yang lebih bertentangan dengan fatalisme spiritual daripada perintah itu? Fatalisme mengatakan, saya tidak bisa menciptakan keinginan. Jika Tuhan tidak memberi keinginan, saya tidak akan punya. Karena itu saya tidak merasakan hal-hal yang dirasakan oleh para pemazmur ketika mereka berkata, “Seperti rusa yang merindukan sungai yang mengalir, demikianlah jiwaku merindukan-Mu, ya Tuhan” (Mazmur 42:1). Saya tidak pernah merasa seperti itu terhadap Tuhan, maka itu tentu sudah kehendak Tuhan. Saya tidak bisa seperti para pemazmur! Itulah yang dikatakan fatalisme spiritual. Fatalisme spritual memadamkan api Roh Kudus yang sudah diberikan kepada setiap orang percaya.

Tetapi Tuhan berkata (dalam ayat 2), “Inginkan susu murni dari firman!” Sekarang, sebelum Anda mengajukan segala macam keberatan, seperti, bagaimana Tuhan bisa memerintahkan saya untuk memiliki keinginan? Apa yang dapat saya lakukan untuk mematuhi perintah seperti itu? Bagaimana cara menghasilkan keinginan? Seluruh masalah saya adalah bahwa saya tidak memiliki kekuatan yang saya butuhkan. Dan Tuhan hanya mengatakan kepada saya untuk menginginkan! Itu mungkin alasan kita.

Tuhan Yesus pernah juga menyuruh orang lumpuh untuk berjalan. Dan orang itu kemudian menurut, lalu bisa berjalan. Bagaimana jika orang itu mempunyai falatlisme rohani? Dapatkah ia berjalan? Tentu tidak. Uluran tangan Tuhan menuntut kita untuk menyambutnya. Iman bukan saja membawa keselamatan, tetapi juga membawa perubahan pandangan hidup jika kita mau taat kepada firman-Nya. Yesus sudah bangkit untuk membangkitkan kita dari kematian rohani kita dan Ia akan menolong kita untuk bisa hidup baik untuk memuliakan nama-Nya. Selamat hari Paskah!

“Maka Allah damai sejahtera, yang oleh darah perjanjian yang kekal telah membawa kembali dari antara orang mati Gembala Agung segala domba, yaitu Yesus, Tuhan kita, kiranya memperlengkapi kamu dengan segala yang baik untuk melakukan kehendak-Nya, dan mengerjakan di dalam kita apa yang berkenan kepada-Nya, oleh Yesus Kristus. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin.” Ibrani 13: 20-21

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s