“Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” Filipi 4: 8

Secara bahasa kata ‘etika’ lahir dari bahasa Yunani ethos yang artinya tampak dari suatu kebiasaan. Dalam hal ini yang menjadi perspektif objeknya adalah perbuatan, sikap, atau tindakan manusia. Pengertian etika secara khusus adalah ilmu tentang sikap dan kesusilaan suatu individu dalam lingkungan pergaulannya yang kental akan aturan dan prinsip terkait tingkah laku yang dianggap benar. Pengertian etika secara umum adalah aturan, norma, kaidah, ataupun tata cara yang biasa digunakan sebagai pedoman atau asas suatu individu dalam melakukan perbuatan dan tingkah laku. Penerapan norma ini sangat erat kaitannya dengan sifat baik dan buruknya individu di dalam bermasyarakat. Dengan begitu, etika adalah ilmu yang mempelajari baik dan buruknya serta kewajiban, hak, dan tanggung jawab, baik itu secara sosial maupun moral, pada setiap individu di dalam kehidupan bermasyarakat. Atau bisa dikatakan juga bahwa etika mencakup nilai yang berhubungan dengan akhlak individu yang berkaitan dengan benar dan salahnya.
Adapun banyak jenis etika yang dapat kita jumpai di lingkungan sekitar, misalnya, etika berteman, etika profesi atau kerja, etika dalam rumah tangga, etika dalam melakukan bisnis, dan semacamnya. Etika tentunya harus dimiliki oleh setiap individu dan sangat dibutuhkan dalam bersosialisasi yang mana hal itu menjadi jembatan agar terciptanya suatu kondisi yang baik di dalam kehidupan bermasyarakat. Bagaimana dengan etika untuk orang Kristen? Apakah orang Kristen memiliki etika yang sama dengan etika masyarakat umum?
Tugas etis tertinggi seseorang adalah mencintai Tuhan dengan segenap hati, pikiran, jiwa, dan kekuatannya. Tugas etis tertinggi kedua mereka adalah mencintai sesama seperti diri mereka sendiri. Bagi seorang Kristen, memenuhi kewajiban moral ini terjadi dalam ketaatan pada hukum Kristus dan tunduk pada ajaran firman Tuhan. Tujuan utamanya adalah untuk memuliakan Tuhan dalam segala hal yang dikatakan, dilakukan, dipikirkan, dan dirasakan. Tujuan etis luas lainnya termasuk menjadi berkat bagi orang lain dan tumbuh sebagai orang yang berbudi luhur. Perlu diingat bahwa hidup baik yang sesuai dengan etika Kristen bukanlah jalan keselamatan, atau akan membuat orang Kristen menjadi sempurna. Adanya etika Kristen bukannya menggantikan hukum Torat yang dijadikan ukuran kebenaran pada zaman Perjanjian Lama.
Mengingat visi positif ini, cukup menyedihkan bahwa banyak orang—baik Kristen maupun non-Kristen—cenderung memandang orang percaya sebagai legalistik dan suka mengutuk. Di dunia yang memberontak melawan Allah, mereka yang menjunjung tinggi standar moral Allah harus menyinari kegelapan dan harus menentang praktek-praktek dosa yang mungkin diterima secara luas dalam masyarakat. Tetapi Alkitab tidak hanya menyajikan kode etik yang terdiri dari larangan dan “jangan”. Memang ada hal-hal yang harus dihindari, tetapi ada juga banyak kewajiban moral positif yang dituntut oleh Kitab Suci. Jika kita dengan benar membentuk pandangan etis kita dari Alkitab, kita akan menemukan bahwa kita harus menjauhi kejahatan dan melakukan perbuatan baik. Ada perbedaan kategoris antara yang baik dan yang jahat, dan yang benar dan yang salah, dan karena itu kehidupan Kristiani dapat menjadi pengalaman yang menyenangkan dalam melakukan kebaikan. Pelaksanaan etika Kristen seharusnya menyenangkan karena itu memberi kesempatan bagi kita untuk bersyukur kepada Allah yang sudah menyelamatkan kita.
Pada pihak yang lain, ada golongan Kristen tertentu yang cenderung menentang perlunya pelaksanaan etika dalam kehidupan sehari-hari. Mereka dikatakan sebagai orang yang mengikut faham antinomianishe. Kata “antinomianisme” berasal dari dua kata Yunani, yaitu anti, yang berarti “melawan”; dan nomos, yang berarti “hukum.” Antinomianisme secara harafiah berarti “melawan hukum.” Secara teologi, antinomianisme adalah doktrin yang menyatakan kalau Allah tidak mengharuskan orang Kristen untuk taat kepada hukum moral apa pun. Antinomianisme memang mengambil ajaran dari alkitab, namun kesimpulan yang ditarik tidaklah alkitabiah.
Umat Kristen mudah jatuh dalam faham antinomianisme karena doktrin keselamatan melalui “anugerah semata-mata”. Orang bisa saja berpikir, “Jika saya diselamatkan oleh anugerah dan semua dosa saya telah diampuni, mengapa saya harus berusaha hidup menurut etika yang baik?” Pemikiran ini bukanlah hasil dari pertobatan sejati. Pertobatan yang sejati akan menghasilkan hasrat yang lebih besar untuk menjadi taat kepada firman Tuhan, bukan sebaliknya. Kehendak Allah – dan kehendak kita saat kita telah dilahirkan kembali oleh Roh Kudus – adalah bahwa kita akan berusaha keras untuk tidak berbuat dosa. Sebaliknya, kita akan berusaha untuk berbuat baik karena sudah dimampukan oleh Roh Kudus.
Pada saat ini banyak gereja yang dirongrong oleh pengajaran antinomianisme, yang tidak menekankan pentingnya perubahan hidup orang Kristen setelah menerima hidup baru. Tahun demi tahun dilewati, tetapi mereka tetap hidup bergelimang dalam dosa lama. Itu karena adanya pendeta-pendeta yang terlalu menekankan doktrin predestinasi ganda, yaitu bahwa Allah sudah memilih orang Kristen untuk diselamatkan, dan keselamatan itu tidak bisa hilang selama orang hidup di dunia. Allah juga sudah menetapkan sebagian orang untuk hidup dalam dosa, dan manusia tidak bisa berbuat apa-apa. Antinomianisme adalah seperti penyakit kanker yang menggerogoti gereja.
Etika Kristen adalah pelaksanaan perintah Tuhan dalam hidup sehari-hari, yang walaupun tidak disebutkan secara terperinci dalam Alkitab, adalah suatu tanda bahwa Roh Kudus bekerja dalam hidup orang percaya, sehingga mereka mengerti dan taat kepada firman-Nya. Jika etika umum bisa muncul dalam satu masyarakat dan karena etika berhubungan dengan budaya setempat, etika dalam sebuah masyarakat tertentu mungkin tidak dikenal dalam masyarakat lain. Sebaliknya, karena etika Kristen bertalian dengan firman Tuhan, seharusnya semua orang Kristen tahu apa yang baik dan buruk dalam hidup sehari-hari menurut ukuran firman Tuhan.
Etika Kristen adalah suatu cabang ilmu teologi yang membahas masalah tentang apa yang baik untuk dilakukan dari sudut pandang Kekristenan; jadi seharusnya berlaku untuk siapa saja, kapan saja dan di mana saja. Apabila dilihat dari sudut pandang Hukum Taurat dan Injil, maka etika Kristen adalah segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah dan itulah yang baik. Dengan demikian, maka etika Kristen merupakan satu tindakan yang bila diukur secara moral adalah baik. Saat ini, permasalahan utama yang dihadapi etika Kristen ialah perbedaan yang mungkin ada antara kehendak Allah terhadap manusia dan reaksi manusia (yang mungkin dipengaruhi budaya setempat) terhadap kehendak Allah.
Etika dimaksudkan agar manusia tidak menjadi manusia “kurang ajar” yang hidup “ugal-ugalan”. Tetapi karena tidak semua apa yang dilakukan manusia dari jaman ke jaman itu belum tentu dibahas dalam Alkitab, permasalahan kedua dalam etika Kristen adalah bagaimana mengajarkan dan menerapkan etika menurut prinsip kekristenan jika itu tidak tertulis secara jelas dalam Alkitab. Dalam hal ini, mereka yang tidak mau atau bisa berpikir akan kurang bisa melihat hubungan antara etika dan Firman. Sebaliknya, ada kemungkinan bahwa mereka yang pintar berdalih akan memakai etika yang menguntungkan mereka saja. Ini mirip dengan apa yang dilakukan oleh orang Farisi di zaman Yesus.
Pelaksanaan etika Kristen bukan hanya dalam perbuatan, tetapi juga dalam pikiran, dan terutama dalam hati. Dalam ayat Kolose 3: 5 – 6 disebutkan bahwa kita tidak boleh melakukan segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan. Sebagai orang Kristen mungkin kita mudah berkata bahwa kita mengerti akan hal-hal di atas. Tetapi bagaimana pula dengan praktik tingkah laku dan pikiran kita yang sehari-hari tentang hal-hal itu? Apakah kita marah melihat adanya ketidakadilan di sekitar kita? Ataukah kita ikut melakukan hal-hal tercela di rumah, kantor, sekolah, gereja dan di masyarakat? Adakah etika kita? Bagaimana dengan hati kita, apakah hati kita merasa sedih jika kita gagal melaksanakan firman-Nya?
Yesus pernah menjumpai orang-orang yang sepertinya sudah melakukan apa yang diharuskan oleh agama tetapi mengabaikan etika-etika hidup yang benar. Sebagai contoh, ahli-ahli Taurat dan orang Farisi mungkin merasa bahwa mereka sudah membayar apa yang harus dibayar dalam hidup mereka, tetapi melupakan bahwa ada hal-hal lain yang menyangkut keadilan, belas kasihan dan kesetiaan yang perlu dilaksanakan.
“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.” Matius 23: 23
Hari ini kita diingatkan bahwa jika kita mau mengikut Yesus, kita sewajarnya memegang dan melaksanakan sebaik mungkin etika hidup Kristen yang berdasarkan hukum kasih. Dalam bekerja, kita harus bekerja dengan rajin, menghormati atasan dan bawahan kita, menghargai orang-orang yang rajin bekerja dan mengasihani mereka yang kekurangan; karena Tuhanlah yang menjadi majikan kita. Dalam berkeluarga, kita harus setia, mau saling menolong dan menguatkan, serta membagi waktu untuk seluruh anggota keluarga. Sebagai seorang warganegara kita harus ikut menunjang pemerataan ekonomi, menolong mereka yang kurang mampu, dan menghormati pemerintah dan hukum yang berlaku. Sebagai anggota masyarakat kita harus menempatkan diri sama seperti yang lain dan tidak memakai kedudukan sosial kita untuk menguntungkan diri sendiri. Sebagai manusia kita juga harus menghargai hidup sehat jasmani dan rohani dan karena itu tidak melakukan hal-hal yang bisa merugikan kesehatan dan keselamatan diri sendiri dan orang lain. Selain itu, dengan etika Kristen kita bisa menghindari perbuatan, pemikiran dan perkataan yang merugikan orang lain dan juga diri sendiri.
“Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.” Yakobus 4:17