“Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik.” Roma 7: 18

Di berbagai negara sekarang ini tumbuh berbagai aliran kepercayaan baru dan cara hidup modern yang menjanjikan ketenteraman hidup. Ada aliran yang mengajarkan kebahagiaan melalui keyakinan pada diri sendiri, melalui perbuatan sosial atau dengan berbagai cara mistik. Diantara ajaran modern, ada ajaran yang menyatakan bahwa manusia pada hakikatnya adalah baik, dan dunia ini sebenarnya bukan tempat dimana manusia harus berjuang dan menderita karena dosa mereka. Ada juga orang-orang yang mengajarkan bahwa setiap manusia mampu untuk menjadi tuhan-tuhan melalui kesadaran akan apa yang baik dan jahat. Dunia ini akan dapat berubah menjadi makin baik dengan adanya manusia-manusia yang baik, begitulah kata mereka.
Alkitab menyatakan hal yang bertentangan dengan kepercayaan di atas. Karena jatuh ke dalam keadaan berdosa, manusia sama sekali kehilangan kemampuan menghendaki harta rohani apapun yang menyertai keselamatan. Maka itu, manusia kodrati sama sekali menolak harta itu dan mati dalam dosa, sehingga ia tidak mampu untuk dengan kekuatannya sendiri bertobat atau mempersiapkan diri untuk bertobat. Bila Allah membuat orang berdosa bertobat dan memindahkan dia ke kedudukan seorang yang telah beroleh rahmat, Dia membebaskannya dari perhambaan kodratnya di bawah dosa. Karena itu, orang yang sudah lahir baru, oleh rahmat-Nya semata-mata, mampu menghendaki dan melakukan apa yang baik secara rohani. Akan tetapi, caranya begitu rupa sehingga, disebabkan kerusakan yang masih tinggal padanya, ia tidak menghendaki apa yang baik itu secara sempurna, dan hanya itu saja, tetapi menghendaki juga apa yang jahat. Sekalipun ia menghendaki apa yang baik, ia tetap bisa melakukan apa yang jahat.
Surat Paulus kepada jemaat di Roma, khususnya Roma 7:18, menyatakan bahwa orang yang sudah lahir baru tetap mengalami peperangan rohani setiap hari, antara memilih apa yang baik dan mengikuti apa yang jahat. Perjuangan ini sangat berat sehingga Paulus mengeluh bahwa di dalam dia, yaitu di dalam dia sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam dia, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Ia tidak membuat alasan bahwa apa yang terjadi dalam hidupnya adalah apa yang sudah direncanakan dan kehendaki Tuhan. Tuhan tidak pernah membuat manusia jatuh dalam dosa, tetapi sebaliknya Ia menghendaki umat-Nya untuk taat kepada-Nya. Kesadaran ini yang justru membuat Paulus, hari demi hari, makin peka akan ketergantungannya kepada kuasa Roh Kudus yang membimbing dia dalam menghadapi perjuangan melawan apa yang jahat.
Berbeda dengan Paulus, manusia di zaman modern agaknya tidak dapat menerima jika orang lain menilai mereka sebagai orang yang “kurang baik”. Malahan, banyak sekolah yang tidak lagi dengan terang-terangan menyatakan kegagalan murid dalam hal belajar. Istilah “gagal” atau “fail” dianggap merendahkan martabat murid dan membuat mereka kehilangan motivasi untuk belajar, begitu kata beberapa ahli pendidikan. Pada pihak yang lain, komen guru seperti “akan bisa mencapai hasil yang baik dengan banyak berlatih” sekarang bisa dipakai dalam rapor murid. Pendekatan semacam ini diharapkan dapat memulihkan semangat dan rasa percaya diri para murid.
Jika di zaman ini orang terbiasa dengan penghargaan dari sesama sejak dari kecil, banyak orang yang kemudian merasa bahwa apa yang ditulis dalam Alkitab seringkali menusuk perasaan. Alkitab memang dengan jelas menyatakan apa yang baik dan apa yang buruk dengan tanpa tedeng aling-aling. Orang yang merasa bahwa diri mereka sudah diadili oleh orang lain dan oleh firman Tuhan seringkali kemudian menyatakan bahwa gereja sudah ketinggalan zaman dan orang Kristen adalah orang yang kolot atau orang yang membenci sesamanya. Semua orang adalah orang-orang yang sederajat dan orang-orang yang baik jika mereka tidak melanggar hukum negara atau menyakiti sesamanya, begitulah pendapat orang di zaman ini.
Pagi ini firman Tuhan menyiratkan bahwa jika seseorang bisa hidup di dunia dengan tidak melanggar hukum dan etika, dan tidak berbuat jahat kepada sesamanya, ia pasti masih sering melanggar hukum Tuhan dan menyakiti hati Tuhan. Tuhan adalah mahabesar dan mahasuci, dan apa yang diperintahkan-Nya seringkali justru dilanggar manusia. Manusia sesudah kejatuhan kedalam dosa pada hakikatnya adalah manusia yang jahat. Ayat diatas jelas-jelas menulis bahwa di dalam diri manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab jika sekalipun kehendak untuk berbuat baik itu ada, apa yang kemudian dilakukan manusia adalah bukan apa yang baik. Bagaimana dengan hidup Anda?
Manusia tidak dapat menjadi orang yang baik menurut standar Tuhan dengan usaha sendiri. Setiap orang harus sadar akan kekurangannya, mau bertobat dari hidup lamanya dan memohon ampun atas apapun yang tidak sesuai dengan hukum Tuhan. Firman Tuhan memang seringkali terasa seperti pedang yang menusuk hati, tetapi itulah yang bisa membuat kita yang sudah lahir baru makin sensitif akan cara hidup kita, dan makin mampu untuk menyadari adanya kesalahan yang kita perbuat, sehingga kita dalam bimbingan Roh Kudus bisa kembali kepada jalan yang benar. Jika kita mengaku bahwa kita sudah lahir baru, tetapi tetap hidup seperti orang yang belum percaya, kita mungkin belum sepenuhnya bertobat dan percaya kepada Dia yang mahatahu, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab atas hidup kita.
“Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua mana pun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita. Dan tidak ada suatu makhluk pun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab.” Ibrani 4: 12 – 13