Harus bertanggungjawab, bukan berarti bisa bertanggungjawab

“Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman.” Matius 12:35-36

Tuhan 100 persen berdaulat, manusia 100 bertanggungjawab, begitulah apa yang didengungkan oleh banyak gereja. Ini bukan berarti bahwa semua orang Kristen setuju. Masalahnya, sebagian orang Kristen yang percaya bahwa Tuhan berdaulat, juga percaya bahwa setiap manusia sudah ditetapkan segala perbuatan dalam hidupnya, dan tidak ada apa pun yang terjadi tanpa dikehendaki Tuhan. Dengan demikian, jika adanya dosa manusia karena ditetapkan Tuhan, manusia tidak bisa berbuat apa pun menurut pilihannya sendiri. Karena itu, manusia tidak dapat dituntut untuk bertanggungjawab atas hidupnya. Manusia tidak sanggup untuk mempertanggungjawabkan hidupnya, karena dia ditetapkan untuk berbuat dosa yang akhirnya tidak dapat dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan yang mahasuci. Mereka yang selamat dari murka Allah, hanyalah karena penetapan Tuhan semata-mata. Benarkah begitu?

Penjelasan di atas ada benarnya, tetapi banyak salahnya. Pendapat ini biasanya diutarakan oleh golongan Kristen yang terlalu menekankan kedaulatan Tuhan, sehingga tidak dapat mengerti adanya keseimbangan antara kehendak Tuhan dan pilihan manusia. Pengakuan Iman Westminster Bab 9 menyatakan bahwa pada mulanya Allah telah memperlengkapi kehendak manusia dengan kebebasan kodrati yang tidak dipaksa dan tidak ditentukan oleh keharusan alamiah apa pun untuk berbuat baik atau jahat. Ketika masih berada dalam kedudukan tidak berdosa, manusia memiliki kebebasan dan kuasa yang membuatnya mampu menghendaki dan melakukan apa yang baik dan berkenan dan kepada Allah. Akan tetapi, dalam hal itu ia peka terhadap perubahan, sehingga ia dapat saja jatuh dan kehilangan kemampuan itu. Setelah jatuh ke dalam keadaan berdosa, manusia sama sekali kehilangan kemampuan menghendaki harta rohani apapun yang menyertai keselamatan. Maka itu, manusia kodrati sama sekali menolak harta rohani itu dan mati dalam dosa, sehingga ia tidak mampu untuk dengan kekuatannya sendiri bertobat atau mempersiapkan diri untuk bertobat.

Tahukah manusia yang sudah jatuh itu jika ia berbuat dosa? Seburuk-buruknya kejatuhan manusia, ia tetap dapat, secara terbatas, membedakan apa yang baik dan apa yang buruk. Jadi manusia yang telah rusak itu bukan rusak sebobrok-bobroknya, melainkan tidak mampu untuk dengan kekuatannya sendiri untuk mengerti, apalagi memenuhi, standar kebenaran dan kesucian dari Allah. Karena itu, ia tidak sadar bahwa ia harus mempertanggungjawabkan hidupnya kepada Allah. Sekalipun ia tahu (karena diberitahu oleh utusan Allah) dan mau untuk bertobat, ia tidak akan dapat dengan kekuatannya sendiri untuk berdamai dengan Allah yang menuntut pertangunganjawabnya. Memang, adanya keharusan untuk bertanggungjawab, bukan berarti bisa bertanggungjawab. Untuk bisa mengerti adanya keharusan bertanggungjawab, semua manusia, Kristen maupun non-Kristen, memerlukan penjelasan dan bantuan Allah. Jika tidak demikian, manusia selalu cenderung untuk bersikap antinomian, yang berarti melawan hukum Allah.

Bila Allah membuat orang berdosa bertobat dan memindahkan dia ke kedudukan seorang yang telah beroleh rahmat, Dia membebaskannya dari perhambaan kodratnya di bawah dosa dan oleh rahmat-Nya semata-mata menjadikan dia mampu menghendaki dan melakukan apa yang baik secara rohani. Akan tetapi, caranya begitu rupa sehingga, disebabkan kerusakan yang masih tinggal padanya, ia tidak bisa menghendaki apa yang baik itu secara sempurna, dan hanya itu saja, tetapi ia juga masih menghendaki juga apa yang jahat. Tetapi, mereka yang benar-benar lahir baru akan mengeri adanya keharusan untuk bertanggungjawab atas hidupnya, dan menyadari bahwa ia harus bergantung kepada belas kasihan Tuhan dalam memikul tanggung jawabnya. Hanya karena pengurbanan Kristus, orang percaya dapat memenuhi apa yang dituntut Allah sebagai tanggung jawab manusia dalam hal rohani.

Jika pemjelasan di atas adalah mengenai hal rohani, bagaimana dengan hal jasmani? Sesungguhnya tidak ada perbuatan jasmani manusia yang tidak ada kaitannya dengan hal rohaninya. Apa yang nampak dari luar manusia adalah berasal dari dalam hatinya. Sekalipun pada suatu saat manusia tidak bertidak apa-apa, keputusan atas tindakan berdiam diri itu tentunya bersumber dari hatinya. Mungkin karena kemalasan, mungkin ketidakpedulian, atau mungkin karena ketakutan dan sebagainya. Setiap tindakan manusia yang tidak ada arti dan gunanya, juga bisa dikatakan dosa karena setiap apa yang kita pikirkan dan kita perbuat pada hakikatnya harus untuk kemuliaan Tuhan.

Ayat di atas menjelaskan salah satu dosa yang terjadi ketika kita dihadapkan pada dua pilihan: berbuat baik atau berbuat jahat. Secara jasmani, perbuatan manusia bisa digolongkan sebagai perbuatan baik atau perbuatan jahat, sekalipun perbuatan baik bukan berarti perbuatan tanpa dosa. Dikatakan bahwa orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Semua itu agaknya relatif jika diukur dengan standar manusia. Tetapi Yesus berkata kepada kita: “Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman.” Apa yang sia-sia, yang tidak berguna untuk kemuliaan Tuhan harus kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah pada waktunya.

Mungkin kita menolak keharusan untuk bertanggung jawab karena tidak ada manusia yang bisa berdiri di hadapan Allah dan membela diri atas segala dosa yang sudah diperbuatnya. Tuhan adalah Makhluk Ilahi yang mahatahu. Di hadapan Tuhan yang mahasusi, tidak ada seorang pun yang akan didakwa jika ia tidak melakukan kesalahan terhadap Tuhan. Mampukan kita mempertanggungjawabkan segala kesalahan kita? Pasti tidak mampu! Itu karena mausia dengan usahanya sendiri tidak dapat membela diri dan menghindari hukuman Tuhan. Hanya karena penyertaan Yesus yang akan membela kita, kita akan menerima pengampunan atas segala dosa kita. Itu hanya terjadi jika kita mau bertanggungjawab atas segala dosa kita dan berseru meminta pengampunan dalam nam Yesus.

Mereka yang sadar akan tanggungjawabnya pasti akan bertobat dengan pertolongan Roh Kudus. Mereka yang menolak keharusan untuk bertanggungjawab dan mendukakan Roh Kudus, tidak akan bisa menerima pengampunan atas dosa yang tidak diakuinya. Mereka yang merasa bahwa dosa adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari setelah ia menerima rahmat Tuhan adalah manusia yang menolak tanggungjawabnya selama hidup di dunia. Mereka akan tidak bisa menghindari tuntutan tanggung jawab ketika mereka menghadapi penghakiman Ilahi. Manusia tetap harus betanggungjawab, sekalipun ia tidak bisa mempertanggungjawabkan dosanya.

Hari ini, kita belajar bahwa manusia hanya bisa memenuhi tanggung jawabnya melalui darah Kristus, yang sudah mati untuk orang-orang yang mau bertanggungjawab, dan sadar bahwa mereka membutuhkan Yesus yang memikul tanggung jawab mereka di kayu salib. Apakah Anda orang yang sadar akan keharusan untuk bertanggung jawab dan mau untuk bertanggung jawab? Jika ya, Yesuslah yang akan memenuhi tanggung jawab Anda sesudah hidup di dunia ini berakhir. Jika Anda belum sadar akan keharusan untuk bertanggung jawab dan tidak mau bertanggung jawab atas hidup Anda, sekaranglah saatnya untuk Anda mengenal Tuhan yang pada akhirnya akan menuntut pertanggungjawaban dari Anda yang tidak akan bisa menolong diri sendiri.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s