Tuhan membenci bullying, bagaimana dengan Anda?

Ya, Allah kami, dengarlah bagaimana kami dihina. Balikkanlah cercaan mereka menimpa kepala mereka sendiri dan serahkanlah mereka menjadi jarahan di tanah tempat tawanan. Jangan Kaututupi kesalahan mereka, dan dosa mereka jangan Kauhapus dari hadapan-Mu, karena mereka menyakiti hati-Mu dengan sikap mereka terhadap orang-orang yang sedang membangun. Tetapi kami terus membangun tembok sampai setengah tinggi dan sampai ujung-ujungnya bertemu, karena seluruh bangsa bekerja dengan segenap hati.” Nehemia 4: 4-6

Alkisah, Nehemia yang sudah disertai Tuhan sehingga ia diizinkan raja Artahsasta dari Persia untuk pergi ke Yerusalem, tahu bahwa ia mengemban tugas berat untuk membangun kembali kota Yerusalem untuk kemuliaan-Nya (Nehemia 1,2). Bukan saja ia harus menggerakkan orang Isreael agar mau bekerja bersama-sama, tetapi ia juga harus tahan menghadapi orang-orang yang membenci bangsa Israel dan berusaha menggagalkan usahanya. Apa yang dilakukan Nehemia dalam menghadapi perundungan dan ancaman musuh-musuhnya? Ia berdoa kepada Tuhan dan meminta pertolongan. Ia tahu bahwa perundungan sudah terjadi bukan hanya terhadap dia dan pengikutnya. Sepertinya, doa Nehemia di atas terdengar sangat keras nadanya. Tetapi, itu adalah jeritan hatinya yang merasa bahwa Tuhanlah yang sudah dihina. Oleh sebab itu, ia berdoa agar Tuhan menyertai bangsa Israel dalam perjuangan membangun kota Yerusalaem sampai selesai. Ia tahu bahwa Tuhan membenci perundungan.

Nehemia menyebutkan bahwa musuh-musuhnya, Sanbalat dan Tobia, menghina dan mencerca orang-orang Israel yang sedang membangun. Mereka menyakiti hati Tuhan yang menyertai Nehemia dan pengikut-pengikutnya. Memang perundungan seperti yang dihadapi Nehemia dan pengikutnya adalah tindakan jahat yang sudah ada sejak awalnya. Kita tahu bahwa perundungan atau bullying adalah perilaku tidak menyenangkan baik secara verbal, fisik, ataupun sosial di dunia nyata maupun dunia maya. Perundungan juga membuat seseorang merasa tidak nyaman, sakit hati dan tertekan baik dilakukan oleh perorangan ataupun kelompok.

Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri seorang perundung:

  • Kurang empati terhadap orang lain.
  • Selalu ingin mengendalikan orang lain.
  • Cepat marah.
  • Terus-menerus mengingatkan orang lain tentang kelemahan mereka.
  • Suka mencemooh mereka yang tidak memenuhi harapannya.
  • Membuat orang lain takut melalui ancaman.
  • Menggunakan agresi fisik atau mental untuk mengintimidasi dan mengontrol.
  • Menentang siapa pun yang mau memperbaiki kekeliruannya.

Perundungan bisa saja tidak disadari oleh si perundung, tetapi tindakan itu dianggap terjadi ketika korbannya merasa teraniaya oleh tindakan orang lain, dan merasa takut apabila perilaku buruk tersebut akan terjadi lagi karena ia merasa tidak berdaya untuk mencegahnya. Ketika ada orang yang kita duga sedang mengalami perundungan, kita bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini:

  • Apakah dia membuat Anda takut?
  • Apakah dia membuat Anda menangis?
  • Apakah dia mempermalukan Anda?
  • Apakah dia membuat Anda merasa lemah?
  • Apakah dia membuat Anda melakukan hal-hal yang tidak Anda inginkan?
  • Apakah dia mengucilkan Anda dari lingkungan sosial?
  • Apakah dia membuat Anda merasa tidak ada orang yang bisa dimintai bantuan?
  • Apakah dia membuat hidup Anda sengsara?

Sayangnya, banyak orang yang percaya bahwa Tuhan juga melakukan perundungan karena pengalaman pahit di masa lalu. Menurut pandangan sebagian orang Kristen, Tuhan menciptakan manusia yang tidak mempunyai kehendak bebas dan kemudian membuat mereka jatuh dalam dosa untuk bisa dihukum. Jika itu menimbulkan perasaan bahwa Tuhan itu kejam, mau tidak mau perasaan itu diselubungi dengan bahasa agama yang membenarkannya. Jadi bukannyaTuhan disebut perundung, orang Kristen mungkin mengatakan penghakiman-Nya tidak dapat disangkal; Dia lebih baik dari kita, Dia berdaulat, mahakuasa dan mahasuci; Dia kecewa atas hidup kita. Jika Tuhan selalu dianggap seperti ini, tidaklah mengherankan kalau beberapa orang Kristen dan pemimpin gereja merasa perilaku perundungan adalah normal. Mungkin juga Anda tidak akan heran jika beberapa orang Kristen merasa tidak apa-apa untuk dirundungkan dalam lingkungan gereja.

Tuhan memang sering menunjukkan amarah-Nya kepada orang-orang yang melawan Dia, tetapi Dia tidak pernah, tidak perlu, dan tidak bisa melakukan teror perundungan kepada siapa pun karena Dia adalah Allah yang mahakuasa dan mahasuci. Manusia melakukan dosa perundungan karena ia tidak mahakuasa tetapi ingin dianggap mahakuasa, karena ia adalah orang yang tidak sempurna tetapi ingin dianggap paling benar. Walaupun demikian, banyak orang Kristen yang melakukan perundungan dengan memakai alasan “demi menegakkan kebenaran Tuhan”.

Alkitab tidak berbicara secara khusus tentang hal mengatasi perundungan atau bullying, tetapi ada banyak prinsip alkitabiah yang berlaku untuk masalah ini. Orang Kristen dipanggil untuk mengasihi orang lain dan memperhatikan mereka yang lebih lemah (Yakobus 1:27), bukan untuk mengintimidasi atau memanipulasi orang. Sudah jelas bahwa orang Kristen tidak boleh menjadi perundung, tetapi bagaimana seharusnya orang Kristen menanggapi perundungan?

Meskipun kita tidak menemukan kata “rundung” dalam Alkitab, kita menemukan kata “cemooh”. Orang yang suka mencemooh akan menghancurkan perdamaian dan karena itu kita harus menghindarinya.

“Usirlah si pencemooh, maka lenyaplah pertengkaran, dan akan berhentilah perbantahan dan cemooh.” Amsal 22:10

Sayangnya, tidak jarang kita melihat jenis perilaku yang menjijikkan ini pada manusia dari segala latar belakang—bahkan di gereja dan dalam keluarga—baik pada pria maupun wanita di sepanjang zaman. Dalam keadaan sedemikian, tidaklah mudah bagi kita untuk menghindari atau mengusir si pelaku. Apalagi jika perundungan dilakukan oleh orang yang seharusnya melindungi kita.

Secara umum, ada dua situasi di mana seorang Kristen mungkin perlu menanggapi perundungan: ketika dia menjadi korban dan ketika dia menjadi saksi dari perundungan. Saat perundungan terjadi, respons yang tepat mungkin adalah memberikan pipi yang lain, atau mungkin membela diri. Ketika Yesus berbicara tentang “memberikan pipi yang lain” dalam Matius 5:38–42, Dia mengajar kita untuk menahan diri dari membalas penghinaan pribadi. Idenya bukan untuk membalas hinaan dengan hinaan. Ketika seseorang melecehkan kita secara verbal, kita tidak membalas hinaannya dengan hinaan kita sendiri.

Ketika seseorang mencoba untuk menegaskan posisi kekuasaannya untuk melakukan perundungan, kita dapat menolak manipulasinya tanpa menjadi manipulatif sebagai balasannya. Singkatnya, menindas seorang penindas tidak alkitabiah dan, sejujurnya, tidak berguna. Itu hanya akan menimbulkan perang besar. Namun, disarankan untuk melaporkan perundungan ke pihak yang berwenang. Sekalipun kita tidak membalas secara pribadi, kita masih dapat menggunakan jalan hukum.Tidaklah salah jika seorang anak di sekolah melaporkan kepada gurunya tentang pelaku perundungan. Tidak salah jika seseorang melaporkan si perundung ke polisi. Tidaklah salah jika jemaat melaporkan perundungan dan juga pelecehan dalam gereja kepada pimpinan atau majelis gereja. Tindakan semacam itu dapat membantu mencegah timbulnya korban yang lebih banyak.

Dalam kasus lain, terutama jika ada intimidasi yang bersifat fisik, pembelaan diri mungkin lebih tepat. Alkitab tidak menganjurkan pasifisme total. Instruksi Allah kepada Israel dalam Keluaran 22 dan instruksi Yesus kepada murid-murid-Nya untuk mendapatkan pedang dalam Lukas 22 bisa kita tanggapi sebagai bahan pemikiran. Orang Kristen harus bisa mengasihi dan mengampuni, tetapi tidak boleh membiarkan kejahatan.

Ketika seorang Kristen melihat adanya perundungan, mungkin tepat baginya untuk turun tangan dan membantu mencegah serangan terhadap korban. Setiap situasi akan berbeda, dan seringnya campur tangan bisa menambah masalah, tetapi seringkali hanya dibutuhkan satu orang untuk berdiri atas nama pihak yang lebih lemah, untuk menghentikan perundungan dan mencegahnya di masa mendatang. Tentu saja, seorang Kristen dapat berbicara dengan korban perundungan setelah kejadian dan membantu korban dengan segala kebutuhannya, termasuk bantuan dalam melaporkan kejadian tersebut.

Kebijaksanaan Tuhan diperlukan dalam semua tindakan untuk menghadapi perundungan. Mereka yang mengikuti Kristus memiliki Roh Kudus yang hidup di dalam diri mereka. Dia membantu kita untuk memahami Firman Tuhan dan dapat membimbing kita serta memperlengkapi kita untuk menaati Tuhan dalam situasi apa pun yang kita hadapi.

Kita juga perlu mempertimbangkan pikiran dan sikap kita terhadap pelaku perundungan. Sangat mudah untuk menjelekkan para pelaku perundungan dan menganggap mereka sebagai orang yang penuh kebencian. Namun, ini bukanlah sikap yang saleh. Setiap manusia dilahirkan sebagai orang berdosa, dan kita semua membutuhkan keselamatan di dalam Yesus. Paling tidak, kita harus berdoa agar si perundung berubah hatinya dan menyadari kasih Allah. Namun, sering kali, pelaku perundungan bertindak seperti itu karena rasa sakit hati mereka sendiri. Seperti yang disebutkan sebelumnya, mungkin mereka pernah mengalaminya di masa lalu. Mungkin mereka merasa tidak aman atau takut direndahkan, dan satu-satunya cara agar mereka dapat diterima oleh diri mereka sendiri adalah dengan meremehkan orang lain. Kita dapat berempati dengan rasa sakit hati mereka dan menyampaikan kasih sayang, kasih, dan rahmat Tuhan kepada mereka sambil juga mempertahankan batasan yang kuat untuk mengatasi perilaku salah mereka.

Apakah adanya perundungan didorong oleh luka masa lalu atau hanya sifat dosa, Tuhan adalah satu-satunya yang tahu dan dapat membawa kesembuhan, pemulihan, dan perubahan. Karena itu, selalu tepat bagi kita untuk berdoa bagi para pelaku dan korban mereka. Demikian pula, ketika kita menjadi korban perundungan, kita dapat pergi kepada Tuhan dengan luka kita dan mencari kekuatan dan kesembuhan dari-Nya.

Roma 12:17–21 mengatakan,

“Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan. Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya. Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!”

Tuhan telah menunjukkan kepada kita belas kasihan yang luar biasa. Kita yang sudah menerima keselamatan, harus menunjukkan kasih Tuhan kepada orang lain dengan cara kita berperilaku—dengan tidak mengintimidasi, dengan membela yang lemah, dengan bersedia memaafkan, dengan mencegah perundungan sebaik mungkin melalui cara yang tepat, dan dengan berdoa bagi mereka yang menindas dan mereka yang ditindas. Kasih dan anugerah Tuhan cukup untuk menyembuhkan setiap luka!

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s