Bagaimana menjadi orang Kristen bermoral tanpa menjadi seorang moralis

Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang. 2 Petrus 1:5-7

Kata moral, bermoral dan moralis sering muncul di berbagai media, tetapi mungkin kita kurang memperhatikan artinya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata-kata tersebut dapat diartikan sebagai berikut:

moral/mo·ral/ n 1 (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak; budi pekerti; susila: — mereka sudah bejat, mereka hanya minum-minum dan mabuk-mabuk, bermain judi, dan bermain perempuan; 2 kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, dan sebagainya; isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dalam perbuatan: tentara kita memiliki — dan daya tempur yang tinggi; 3 ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita;

bermoral/ber·mo·ral/ v 1 mempunyai pertimbangan baik buruk; berakhlak baik: mana ada penjahat yang -; 2 sesuai dengan moral (adat sopan santun dan sebagainya): ia melakukan perbuatan yang tidak –

moralis/mo·ra·lis/ n 1 orang yang terlalu mementingkan moral; 2 orang yang mengajarkan atau mempelajari moral sebagai cabang filsafat; 3 orang yang menaruh perhatian terhadap pengaturan moral orang lain

Moralitas adalah panduan umum tentang kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukan apakah pandangan manusia dalam hidup itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup pengertian tentang baik buruknya suatu perbuatan tertentu (etika). Dalam teologi Kristen klasik, semua manusia secara inheren dipandang berdosa karena tindakan Adam dan Hawa (sebuah gagasan yang dikenal sebagai “dosa asal”). Sebaliknya, pemikiran Yahudi, sementara mengakui dorongan manusia menuju kejahatan, juga menegaskan dorongan menuju kebaikan. Baik dalam ajaran Kristen maupun Yahudi, setiap manusia harus bertanggung jawab atas karakter moralnya.

Sebagai konsekuensi dari perilaku Adam dan Hawa di taman Eden, yaitu memakan buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, manusia berubah dari ketidaksadaran menuju ke arah pengetahuan tentang pentingnya moralitas. Mereka menyadari adanya perbedaan antara apa yang “baik” dan yang “buruk” setelah mengalami pengalaman pahit dan mendapat hukuman Allah. Dalam menjalankan kebebasan memilih, Adam dan Hawa melakukan pelanggaran berat. Mereka sudah mengabaikan prinsip moralitas Tuhan: bahwa mereka harus taat kepada perintah Allah. Masalahnya, manusia sesudah jatuh ke dalam dosa, tidak mampu untuk mencapai apa yang benar-benat baik, yang seturut kehendak Tuhan, sekalipun ia mungkin sadar akan apa yang diperbuatnya dan juga akibatnya. Mengapa demikian?

Sebagian orang Kristen menganggap bahwa sesudah kejatuhan, manusia adalah rusak total (totally depraved), tetapi ini bukan berarti bahwa manusia tidak lagi mengerti arti moralitas. Kain, misalnya, tahu bahwa membunuh Habil adalah suatu hal yang jahat. Tetapi, melalui pilihannya ia justru melakukannya, dan ia kemudian berusaha untuk menghindari pertanggungjawabannya kepada Allah. Manusia setelah kejatuhan bukan rusak sebobrok-bobroknya, terapi rusak dari dalam budinya (radical depravity). Dengan demikian, tanpa bimbingan dan karunia Tuhan manusia akan hidup dalam dosa dan secara umum mengabaikan prinsip moralitas yang diberikan Tuhan.

Mengomentari ayat di atas, Calvin dalam buku bimbingan Alkitabnya menulis: Karena merupakan pekerjaan yang berat dan kerja keras, untuk menanggalkan kerusakan yang ada pada kita, Petrus meminta kita untuk berjuang dan melakukan segala upaya untuk tujuan ini. Dia mengisyaratkan bahwa dalam hal ini tidak boleh ada tempat yang diberikan kepada kemalasan, dan bahwa kita harus menaati Allah yang memanggil kita, tidak dengan lambat atau sembarangan, tetapi dibutuhkan kesigapan; seolah-olah dia telah berkata, “Kerahkan segala upaya, dan wujudkan upayamu kepada semua orang.”

Perlu dicatat, sekalipun moralitas adalah perlu selama manusia hidup di dunia, rasul Paulus menulis kepada jemaat di Roma bahwa mereka harus mengindari pandangan moralitas dunia. Mereka harus berubah dari dalam sehingga dapat hidup sesuai dengan kehendak Tuhan,

Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Roma 12: 2

Jelas Paulus mengemukakan tiga hal yang penting: bertindak, berubah dan belajar (act, change, and learn). Orang Kristen harus bertindak untuk menghindari pengaruh dunia, berubah secara rohani, dan belajar untuk mencari kehendak Allah. Ini berarti bahwa manusia harus mau dengan sigap melaksanakan prinsip moralitas yang benar, yakni moralitas Kristen.

Kembali ke ayat pembukaan, kita melihat bahwa rasul Petrus menasihati umat Kristen agar mereka menambahkan kepada iman mereka kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara seiman, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang. Semua orang percaya mempunyai iman yang menyelamatkan, tetapi harus menyatakan iman mereka selama hidup dengan moralitas yang baik.

Petrus dalam ayat di atas menyatakan bahwa adalah seharusnya jika orang yang beriman memperbaiki moralitas yang ada dalam hidupnya. Karena melalui cara hidup kita, orang bisa melihat apakah kita benar-benar tunduk kepada prinsip moralitas yang ada dalam firman Tuhan, yaitu kehendak Tuhan yang sudah dinyatakan. Moralitas yang dilaksanakan melalui bimbingan Roh Kudus untuk kemuliaan Tuhan. Moralitas yang bukan dilaksanakan untuk kepuasan diri sendiri. Orang yang bermoral dalam Roh bukanlah orang yang berusaha untuk mendapatkan keselamatan di surga, tetapi adalah orang yang mengalami perubahan dari dalam setelah mendapatkan anugerah keselamatan.

Moralitas hidup yang benar akan ada jika orang Kristen mendengarkan suara Roh Kudus dalam hidupnya, bukan suara orang lain, bukan apa yang serupa dengan apa yang dianggap baik di dunia ini. Moralitas dari Tuhan selalu menuntut hati orang Kristen untuk berbuat baik, memikirkan yang baik dan mempelajari yang baik, agar hidup kita terus menerus mengalami pembaharuan untuk kemuliaan Tuhan. Iman tanpa moralitas adalah tidak mungkin. Mereka yang mengaku beriman tetapi mengabaikan prinsip moralitas dan etika kristiani, bukanlah orang Kristen sejati.

Tetapi mungkin ada orang berkata: “Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan”, aku akan menjawab dia: “Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku.” Yakobus 2: 18

Sebagian orang Kristen percaya bahwa mereka sudah mempunyai iman karena adanya perbuatan baik, karena moralitas yang mereka miliki. Tetapi ini belum tentu benar karena adanya moralitas yang dipandang baik bukan berarti bahwa mereka mempunyai hubungan yang baik dengan Tuhan dan mengenal apa yang benar menurut Dia. Perbuatan baik saja (menurut mata manusia) bukan bukti bahwa mereka percaya kepada Tuhan yang berkuasa atas hidup mereka.

Moralitas tanpa iman adalah mungkin, tetapi sia-sia. Mereka yang menjadi moralis (orang yang menyatakan perlunya moral lebih daripada iman) adalah seperti orang Farisi yang menyombongkan kesalehannya. Mereka adalah orang-orang yang gemar mengadili orang lain berdasarkan hukum Taurat, tetapi mereka sendiri tidak mampu melaksanakannya dengan benar. Lebih dari itu, mereka membenci Yesus yang sudah mengajarkan bagaimana manusia harus hidup dalam kebenaran dan kesucian.

Bagaimana menjadi orang Kristen bermoral tanpa menjadi seorang moralis? Ini tidak mudah karena setiap orang cenderung merasa dirinya lebih baik dari orang lain. Kalaupun ia sadar akan cacatnya, ia cenderung memandang orang lain lebih besar cacatnya. Orang Kristen yang merasa bahwa pengertian teologinya adalah yang paling benar, pada akhirnya akan menjadi moralis yang berusaha mengubah orang lain untuk mengikuti faham dan pengertian yang dimilikinya. Alkitab menyatakan bahwa semua orang sudah berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3:23). Setiap umat Kristen mempunyai tanggung jawab tersendiri dalam hidup, dan itu hanya dapat dilakukan dengan bimbingan Roh Kudus yang bekerja dalam hatinya. Karena itu, kita harus mau mendengarkan suara Roh Kudus dan melaksanakan firman Tuhan yang sudah disampaikan kepada kita, dan bukannya selalu sibuk menekankan dan memaksakan kepada orang lain apa yang kita anggap benar.

Pagi ini, kita melihat bahwa ayat di atas mengajarkan kepada kita untuk tidak berhenti berusaha untuk menerapkan kebajikan dalam hidup beriman, tetapi lebih dari itu menambahkan kepada kebajikan pengetahuan tentang firman Tuhan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang. Semua itu akan membuat setiap orang Kristen menjadi orang yang bermoral tapi bukan seorang moralis yang tidak mempunyai pengetahuan yang benar dan kasih kepada sesamanya.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s